KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Dr. Nurhamzah, M.Pd., Ketua Umum Pengurus Pusat Perkumpulan Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PP PIAUD) Indonesia, menekankan pentingnya pola asuh kolaboratif atau collaborative parenting sebagai kunci dalam rehabilitasi dan pemenuhan hak anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). Dr. Nurhamzah Tawarkan Pola Asuh Kolaboratif untuk Pulihkan Anak Binaan
Paparan ini disampaikannya dalam acara Forum Kompas Bicara yang digelar dalam rangka perayaan Puncak Hari Anak Nasional 2025 di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Sungai Raya, Senin (21/7/2025).
Dalam forum yang mengusung subtema "Pulih, Tumbuh, Bermakna, ABH Juga Berhak Bahagia" tersebut, Dr. Nurhamzah, yang juga menjabat sebagai Kaprodi Magister Studi Islam Pascasarjana IAIN Pontianak menyampaikan materi berjudul "Dual and Colaboratif Parenting: Praktik Baik Pengasuhan Anak dalam masalah hukum".
"Anak yang pernah berbuat salah bukan berarti tidak bisa berubah. Ia hanya butuh kesempatan, dukungan, dan bimbingan,” ujar Dr. Nurhamzah mengawali paparannya.
Ia menjelaskan bahwa tindakan menyimpang yang dilakukan anak tidak boleh dilihat semata-mata sebagai tindakan kriminal. Menurutnya, hal tersebut seringkali berakar dari trauma masa lalu, masalah psikologis, penelantaran, serta lingkungan keluarga yang disfungsional.
Dr. Nurhamzah menguraikan bahwa collaborative parenting adalah pola asuh yang menyatukan misi, tujuan, materi, dan praktik positif yang sama antara orang tua dan para pembina di lembaga seperti LPKA. Pola asuh ini berlandaskan pada dua pilar utama: spiritual dan perkembangan otak (neuro based).
Ia juga menyoroti dampak negatif dari "fatherless" atau ketiadaan peran ayah dalam pengasuhan, yang menurut riset dapat menyebabkan anak mengalami frustrasi, depresi, hingga terjerumus dalam narkoba dan seks bebas.
Bagi anak yang berhadapan dengan hukum, Dr. Nurhamzah menekankan pentingnya beberapa intervensi, antara lain:
Rehabilitasi Mental: Upaya untuk mengelola stres, mengembalikan kepercayaan diri, serta menata kembali kompetensi spiritual dan keterampilan sosial.
Pengembangan Regulasi Diri (Self Regulation) & Executive Function Skill: Melatih kemampuan anak dalam mengelola proses berpikir, seperti mengambil keputusan, mengontrol emosi, menyusun strategi, dan menyelesaikan masalah yang kompleks.
Penguatan Executive Function Skill: Ini mencakup dua aspek penting: Inhibitory Control: Kemampuan menahan dorongan impulsif dan tetap fokus. Cognitive Flexibility: Kemampuan melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan menyesuaikan strategi saat situasi berubah.
Manajemen Stres: Mengajarkan teknik-teknik praktis seperti Cognitive Reframing (mengubah pikiran negatif menjadi positif), Positive Self-Talk, teknik relaksasi, dan olahraga.
“Praktik baik pengasuhan yang utama adalah membangun kemelekatan, melakukan komunikasi positif, baik verbal, sentuhan, maupun gestur. Berikan anak arahan, stimulasi, kepercayaan, peran, dan yang terpenting, temani dan doakan mereka,” tutupnya.
Acara Puncak Hari Anak Nasional 2025 ini merupakan hasil kerja sama berbagai pihak, termasuk PKBI Kalimantan Barat, Kompas TV Pontianak, dan Kanwil Ditjenpas Kalimantan Barat, dengan menghadirkan berbagai narasumber untuk membahas upaya pemenuhan hak dan layanan bagi anak binaan di LPKA. (Tim Liputan)
Editor : Aan