KALBARNEWS.CO.ID (SEKADAU) - Setelah menerima audiensi penyampaian aspirasi orang tua calon siswa SD Filipi yang merasa terdiskriminasi, Rabu 18 Juni 2025 pagi, Komisi III DPRD Sekadau, memediasi para pihak yang berseteru, Kamis 19 Juni 2025 sore di SD Filipi Sekadau. Proses Mediasi Khelvin Chandra orang tua anak dan pihak Yayasan, SD Filipi di pimpin ketua Komisi III DPRD
Proses mediasi dihadiri, Ketua Komisi III, Yohanes Ayub, Berndus Mohtar. dari Yayasan Filipi dihadiri Bayu Dwiharsono, Pendeta Ubernelius, Jilin dan sejumlah pengawas Yayasan. sementara, pihak yang merasa mendapatkan perlakuan Diskriminatif dari pihak sekolah dihadiri, Khelvin Candra dan isrtri sebagai orang tua dari anak yang tidak diterima pihak sekolah.
Yohanes Ayub, dalam pembukaan mediasi menyampaikan keinginanya selaku wakil rakyat agar pihak yang berseteru dapat menempuh musyawarah dan kekeluargaan dalam penyelesaian permasalahan.
"Dalam perjalanan selama dua puluh satu tahun menjadi Kabupaten, masih ada kekurangan dan celah-celah untuk dipahami sebagai pelajaran untuk kedepanya lebih baik, " ujar Ayub.
Menurutnya, DPRD Sekadau telah menerima laporan permasalahan di dunia pendidikan pada waktu - waktu sebelumnya.
"Mudah - mudahan bisa kitapahami bersama, karena ini sepertinya permasalahan miss komunikasi. dari Yayasan punya aturan dan sekolah punya pertimbangan dan orang tua juga punya keinginan," timpal Ayub.
Ia berpesan dari agar permasalahan ini dijadikan pelajaran dan semua pihak jangan sampai dirugikan.
"Kami minta juga pihak yayasan sebelum mengambil keputusan agar dipertimbangkan agar tidak terjadi kesalah pahaman, " sambung Politisi Nasdem asal Daerah Pemilihan II Sekadau itu.
Tak jauh berbeda, Bernadus Mohtar, juga sangat mengharap agar perseteruan kedua pihak dapat diselesaikan dengan kekeluargaan.
"Kami juga telah berdiskusi dengan dinas pendidikan agar permasalahan seperti ini tidak terulang dikemudian hari, " ujar Mohtar.
Politisi Gerindra itu meminta melalui mediasi yang difasilitasi Komisi III ini mendapatkan titik terang dan penyelesaian.
Dalam sesi dialog, Jilin, kepala Sekolah SD Filipi mengaku merasa sedih atas munculnya perseteruan ini.
"Sebagai kepala sekolah berharap permasalahan ini menjadi pembelajaran dan kami juga mohon maaf jika dalam penyampaian - penyampaian serta tingkah laku saat berproses penerimaan siswa ada yang tidak bekenan di hati bapak khelvin, " ucap jelin.
Ketua Yayasan Filipi, Bayu Dwiharsono dalam sesi ini kembali memaparkan beberapa hal terkait proses penerimaan siswa SD Filipi dan hal - hal yang terkait dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) dan juga anak dari Khelvin Chandra.
"Berdasarkan hasil rapat kami pada tanggal 26 Februari 2025 sudah diputuskan untuk tiduk menerima siswa ABK di tahun ajaran 2025/2026," ujar Bayu.
Menurutnya, berdasarkan aturan terkait, dalam proses pendidikan kepada siswa berkatagori ABK sekolah harus mempersiapkan beberapa persyaratan seperti, kurikulum khusus, guru pendamping khusus dan metode khusus dalam penerapan proses belajar mengajar.
"Ini yang belum bisa kami siapkan, dan ini keterbatasan kami, karna sekolah kami kasusnya di tingkat sekolah dasar baru berdiri dua tahun terkahir, begitu juga yayasan baru juga, " jelasnya.
Bayu juga menyampaikan permohonan maaf jika dalam proses penerimaan siswa baru, khususnya anak dari kepada Khelvin chandra yang berkatagori ABK, terdapat hal - hal baik perkataan dan sikap yang mengecewakan orang tua calon siswa.
Ia menegaskan pihaknya baik Yayasan maupun Sekolah tidak berniat mendiskriminasi anak dari Khelvin Chandra.
Sementara, Khelvin Chandra orang tua dari calon siswa SD Filipi yang merasa terdiskriminasi oleh pihak sekolah SD Filipi memaparkan secara detail dan step by step kronologi proses pendaftaran anaknya di sekolah tersebut sampai dengan tidak diterimannya anak di sekolah itu (SD Filipi).
"Kami selaku orang tua juga tidak ada niat untuk menjatuhkan nama baik pihak Yayasan dan sekolah baik secara lisan maupun statement kami di media online kemarin, tapi itu ungkapan kekecewaan dan aspirasi kami atas tindakan sekolah kepada anak kami, dan saya rasa menyampaikan aspirasi melalui media massa adalah hak setiap warga negara dan kita juga hidup didalam negara demokrasi" ungkap Khelvin.
Diceritakan Khelvin, paska diketahui bahwa anaknya tidak dapat masuk bersekolah di SD Filipi, ia bersama istri telah beberapa kali datang ke Kepala Sekolah dan meminta penjelasan serta meminta untuk dapat bertemu dan berdiskusi dengan pihak Yayasan beserta anggota dan komite sekolah.
Disayangkan Khelvin, kepala sekolah dan yayasan justru tidak memberikan ruang tersebut dan tetap kokoh pada keputusan tidak dapat menerima anaknya dengan dasar aturan dan tahun ini tidak menerima siswa dengan katagori ABK.
"Kalau memang tidak menerima siswa ABK kenapa formulir dan uang pendaftaran kami diterima, bahkan disaat pendaftaran kami membawa anak kami, lalu kami juga dibuatkan brosur oleh pihak sekolah untuk mencari guru pendamping untuk persyaratan agar bisa masuk dan diterima, setelah kami ikuti proses yang diminta oleh pihak sekolah, muncul keputusan lain, bahwa anak kami tidak dapat diterima dan kami mendapatkan kabar ini di tanggal 26 Maret 2025," ungkap Khelvin.
Selain itu, Khelvin juga mempertanyakan kepusan pihak Yayasan yang menyatakan untuk tahun ini sekolah SD Filipi tidak menerima anak ABK sejak ditetapkan pada tanggal 26 Februari 2025,namun anak Khelvin Chandra tetap terdaftar di tanggal 1 Maret 2025 dan di terima dengan baik oleh pihak sekolah.
"lalu setelah itu status anak saya yang sudah di terima formulir pendaftaran dan selesai semua persyaratan ternyata di gantung selama 25 hari tanpa ada kejelasan dan pemberitahuan apapun kepada kami dari pihak sekolah, padahal selama 25 hari tersebut masih ada pertemuan antara pihak saya dan kepala sekolah pada tanggal 11 dan 20 Maret 2025," sambung Khelvin.
Berdasarkan hal - hal diatas dan lainya, Khelvin merasa dikecewakan atas perlakuan pihak sekolah yang semula memberikan harapan kepada ia dan istri untuk dapat menyekolahkan anaknya di SD Filipi.
"Kami juga bawa anak ke psikolog, kami dapat hasil pemeriksaan yang menyatakan anak kami bisa bersekolah di sekolah umum dengan pendampingan guru shadow dan persyaratan lainya yang siap kami penuhi, tetapi kami tidak diberikan kesempatan, " papar Khelvin menambahkan.
Terkait persoal tehnis yang menyebabkan kekecewaan Khelvin Chandra dan istri sebagai orang tua dari calon siswa SD Filipi, diakhir pembicaraan, ia meminta agar pihak Yayasan atas nama lembaga membuat permohonan maaf secara terbuka dan tertulis kepada seluruh Anak Berkebutuhan Khsusus (ABK) di Kabupaten Sekadau dan permintaan maaf secara tertulis kepada Khelvin Candra dan keluarga.
Permintaan ini ditanggapi pihak Yayasan dengan meminta waktu untuk dirapatkan dengan seluruh pengurus Yayasan dan pihak sekolah SD Filipi. (AL)
Editor : Aan