Edukasi Model Pendampingan Efektif Atasi Kebiasaan Salah Konsumsi Susu pada Balita
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Kental manis masih menjadi jenis susu yang dikonsumsi oleh anak-anak dan balita. Bahkan, produk dengan kandungan gula mencapai 40 gr per sachet/ per takaran saji tersebut juga ditemukan dijadikan pengganti ASI pada anak dibawah usia 12 bulan. Tingginya kandungan gula dalam satu takaran saji kental manis dapat berisiko meningkatkan diabetes, obesitas dan gangguan gizi lainnya pada anak.
Dalam survey terbaru yang menyasar balita di Kab Bogor, Jawa Barat, ditemukan sejak usia 8 bulan bayi-bayi telah terpapar kental manis. Ketua tim peneliti yang terlibat Prof. Dr. Tria Astika Endah Permatasari SKM., MKM mengatakan penelitian yang dilakukan awal tahun 2025 tersbeut bertujuan menggali dampak kesehatan dan status gizi balita yang memiliki kebiasaan mengonsumsi kental manis sebagai minuman susu.
“Sebanyak 95% balita diberikan kental manis mulai usia 8 bulan ke atas” ujar Tria.
Fakta bahwa kental manis masih dijadikan sebagai minuman susu untuk anak dan balita tidak terlepas dari minimnya pengetahuan masyarakat akan bahaya gula berlebih pada anak, akses terhadap produk yang murah dan mudah di temukan serta kebiasaan yang sudah tertanam di otak melalui pengulangan. Belum lagi rasa manis yang bersifat adiktif, yang menyebabkan anak yang sudah terpapar kental manis akan sukar untuk berhenti.
Sosiolog Universitas Indonesia Dr. Erna Karim, M.Si. mengatakan kesalahan konsumsi kental manis yang masih terjadi di masyarakat harus dihadapi dengan langsung menjangkau kelompok sasaran. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat Aisyiyah (Makes PPA) melalui program pendampingan untuk masyarakat di 3 wilayah di Indonesia, Pamijahan di Bogor, Jawa Barat, Muaro Jambi di Propinsi Jambi dan di Kota Kupang, NTT.
Dalam pendampingan yang berlangsung selama 8 minggu tersebut, kader kesehatan Aisyiyah di masing-masing wilyah akan mendampingi sebanyak 72 keluarga dengan balita yang memiliki kebiasaan mengonsumsi kental manis sebagai minuman susu. Bahkan, tidak sedikit diantara balita peserta program ini mengonsumsi kental manis lebih dari 8 kali sehari. Harapannya, dengan edukasi yang dilakukan secara intensif tersebut, pengetahuan ibu akan gizi anak meningkat dan kebiasaan konsumsi kental manis oleh anak sebagai minuman susu perlahan-lahan dapat di atasi.
“Program pendampingan gizi secara langsung akan mempunyai dampak secara langsung. Hal ini sangat efektif dan perlu terus ditingkatkan, karena sasaran susu kental manis adalah kelas menengah bawah yang gaptek,” jelas Erna.
Lebih lanjut, Dr. Erna menyebut Keterlibatan masyarakat seperti yang dilakukan Aisyiyah dapat menjadi kunci keberhasilan menangani persoalan gizi dan kesehatan. Berbekal kadernya yang karena mereka memahami kebutuhan komunitas dan mampu membangun kepercayaan, sehingga pesan kesehatan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
“Mereka menjadi jembatan yang menghubungkan informasi dari tenaga kesehatan dan akademisi ke keluarga-keluarga, menciptakan perubahan nyata di komunitas, terutama bagi kelompok yang sulit dijangkau,” ungkap Erna.
Salah satu peserta program pendampingan asal Kupang, Mama Ance mengaku senang mengikuti program yang telah berlangsung selama 2 minggu tersebut. Selama ini ia bingung anaknya yang berusia 4 tahun suka sekali minum kental manis. Padahal ke 6 anaknya yang lain tidak mengonsumsi kental manis.
“Saya tidak tahu cara menyetopnya. Selama ini terpaksa dikasih, saya pikir itu juga susu jadi tidak apa-apa,” jelas peserta asal Kupang tersebut.
Setelah mengikuti sesi edukasi gizi dari ahli gizi, Mama Ance menjadi lebih paham kenapa kental manis dan minuman kemasan manis lainnya bukanlah pilihan baik untuk konsumsi harian anaknya.
“Ibu-ibu kader ini kasih tau cara kasih makan anak yang lebih bagus. Ternyata memasak makanan enak untuk anak itu mudah, kasih anak makan enak supaya tidak lagi minta kental manis,” ujarnya menjelaskan.
Senada dengan Mama Ance, Rondiyah peserta asal pendampingan Kab Muaro Jambi selama ini beranggapan, kental manis adalah susu yang baik untuk sang cucu.
“Lihat di TV, iklannya kan untuk susu, diminum anak-anak,” jelas Rondiyah saat ditanya alasannya memberikan kental manis untuk cucu yang sehari-hari berada dalam pengasuhannya.
Lebih lanjut, Rondiyah mengaku senang dapat mengikuti edukasi yang diselanggaran Makes PPA tersebut. Sebab, ia jadi lebih paham apa saja yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh cucunya.
“Adanya kegiatan ini sangat bagus untuk kita, saya jelas tidak akan memberikan lagi kental manis untuk cucu-cucu saya,” ujarnya tegas. (Tim Liputan).
Editor : Lan