Polisi Bongkar Modus Penipuan DeepFake Bermodus Bantuan Pemerintah
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Kasus sindikat penipuan menggunakan teknologi DeepFake berbasis kecerdasan buatan (AI) kembali menjadi sorotan publik di Indonesia. Modus operandi yang semakin canggih membuat masyarakat harus lebih waspada terhadap berbagai bentuk penipuan yang menyalahgunakan teknologi untuk mengelabui korban.
DeepFake merupakan teknologi berbasis artificial intelligence (AI) yang memungkinkan seseorang untuk membuat video, gambar, atau audio palsu yang sangat menyerupai aslinya. Teknologi ini sering disalahgunakan untuk menyebarkan informasi palsu, menipu masyarakat, atau bahkan mencatut nama tokoh-tokoh terkenal demi keuntungan pribadi.
Kasus terbaru yang diungkap Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri adalah penangkapan seorang tersangka berinisial JS (25) yang diduga menyebarkan video DeepFake dengan mengatasnamakan Presiden RI, Prabowo Subianto.
Dirtipidsiber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Adji, menjelaskan bahwa tersangka JS menggunakan teknologi DeepFake untuk membuat video palsu yang menyerupai Presiden Prabowo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Video tersebut kemudian disebarkan di media sosial dengan tujuan menipu masyarakat.
Menurut Bayu, tersangka menyebarkan video melalui akun Instagram dengan modus menawarkan bantuan pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan. Dalam video tersebut, seolah-olah Presiden Prabowo dan Sri Mulyani mengumumkan adanya program bantuan keuangan yang bisa diakses masyarakat dengan syarat tertentu.
Polisi mengungkap bahwa tersangka JS memanfaatkan media sosial Instagram sebagai platform utama untuk menyebarkan video DeepFake tersebut. Dengan menggunakan akun Instagram @indoberbagi2025, tersangka mengunggah berbagai video hasil editan yang menampilkan wajah Prabowo Subianto dan pejabat negara lainnya.
Bayu menjelaskan bahwa tersangka memperoleh video DeepFake tersebut dengan cara mengunduh video dari akun Instagram lain yang memiliki konten serupa. Tersangka menggunakan kata kunci "Prabowo Giveaway" untuk mencari video yang kemudian ia unggah ulang di akunnya sendiri. Akun Instagram yang dikelola tersangka memiliki sekitar 9.399 pengikut, yang berpotensi menjadi korban penipuan.
Selain menyebarkan video, tersangka JS juga mencantumkan nomor WhatsApp dalam akun Instagramnya. Tujuan dari strategi ini adalah agar masyarakat yang percaya dengan isi video tersebut menghubungi nomor tersebut untuk mendapatkan bantuan yang dijanjikan.
Setelah korban menghubungi nomor WhatsApp yang tertera, tersangka kemudian mengarahkan mereka untuk mengisi formulir pendaftaran sebagai penerima bantuan. Namun, sebelum mendapatkan bantuan, korban diminta untuk mentransfer sejumlah uang sebagai biaya administrasi.
Korban yang telah membayar biaya administrasi pun kembali diminta untuk mentransfer uang tambahan dengan alasan lain. Pada kenyataannya, bantuan yang dijanjikan dalam video tersebut tidak pernah ada, dan uang yang telah ditransfer korban menjadi keuntungan bagi tersangka.
Kasus ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, Dittipidsiber Bareskrim Polri juga telah menangkap seorang tersangka lain berinisial AMA (29) yang berperan sebagai pembuat video DeepFake.
Dalam kasus ini, tersangka AMA menggunakan teknologi kecerdasan buatan untuk mengedit wajah Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Video hasil editan tersebut digunakan untuk membuat masyarakat percaya bahwa pemerintah sedang memberikan bantuan finansial kepada rakyat.
Dalam konferensi pers yang digelar di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 23 Januari 2025, Brigjen Himawan Bayu Adji mengungkap bahwa tersangka AMA telah melakukan aksinya sejak tahun 2020.
Modus operandi yang digunakan tersangka hampir serupa dengan kasus JS, yakni menyebarluaskan video hasil editan melalui berbagai platform media sosial. Video tersebut berisi pernyataan palsu dari pejabat negara yang mengajak masyarakat untuk mengajukan bantuan keuangan melalui mekanisme tertentu.
Total kerugian akibat penipuan berbasis DeepFake ini mencapai Rp30 juta hanya dalam kurun waktu empat bulan terakhir. Selama periode tersebut, tersangka AMA berhasil menipu banyak korban yang percaya dengan informasi palsu yang disebarluaskan melalui video editannya.
Dalam kasus ini, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk ponsel yang digunakan tersangka untuk mengedit video, kartu tanda penduduk (KTP), serta beberapa rekening bank yang digunakan untuk menerima uang dari para korban.
Atas perbuatannya, tersangka AMA dijerat dengan Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Belajar dari kasus ini, polisi mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menerima informasi yang beredar di internet. Pastikan untuk selalu memverifikasi kebenaran informasi dari sumber resmi sebelum mempercayainya. Masyarakat juga diingatkan untuk tidak mudah tergiur dengan janji-janji bantuan keuangan yang mengharuskan pembayaran administrasi terlebih dahulu, karena hal tersebut sering kali merupakan modus penipuan.
Polisi juga mengingatkan bahwa penggunaan teknologi kecerdasan buatan seperti DeepFake bisa menjadi ancaman serius jika disalahgunakan untuk tujuan kriminal. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan kewaspadaan yang lebih tinggi dalam menyikapi berbagai informasi digital yang beredar di dunia maya. (Tim Liputan).
Editor : Lan