Elon Musk dan AfD: Mendorong Perubahan atau Kebangkitan Neo-Nazi di Jerman?

Editor: Redaksi author photo

Elon Musk dan AfD: Mendorong Perubahan atau Kebangkitan Neo-Nazi di Jerman?

KALBARNEWS.CO.ID (AMERIKA SERIKAT) - 
Gerakan tangan CEO SpaceX, Elon Musk, saat berpidato dalam momen pelantikan Presiden Terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, pada 20 Januari 2025, telah menimbulkan kontroversi di media sosial. Banyak pengguna media sosial menilai gerakan tangan Musk sebagai salam hormat Nazi, merujuk pada simbol yang sering diasosiasikan dengan partai buruh yang terkenal pada masa pemerintahan Jerman di bawah Adolf Hitler.


Peristiwa tersebut terjadi di Capital One Arena di Washington DC, di mana Elon Musk disambut dengan sorak-sorai meriah oleh para tamu undangan.


"Ini bukan kemenangan biasa, ini adalah momen menentukan bagi peradaban manusia," paparnya. 


Dia kemudian mengekspresikan rasa terima kasih kepada semua yang hadir, dengan menekankan pentingnya momen tersebut untuk masa depan.


Gerakan kontroversial yang diacu oleh publik tampak ketika Musk menaruh tangan kanannya ke dada dan mengacungkan tangan kanannya secara diagonal ke atas. Momen itu dianggap sebagai salam hormat Nazi oleh beberapa pengamat, termasuk warga Jerman, yang merasa bahwa simbol tersebut memiliki konotasi negatif dan bersejarah yang dalam. Setelah melakukan gerakan tersebut, Musk kembali membalikkan tubuh dan memberikan gerakan tangan yang sama kepada kerumunan di belakangnya, yang semakin memperkuat tuduhan tersebut.


Kontroversi ini diperburuk oleh keterlibatan Musk dalam mendukung partai politik di Jerman, Alternative for Germany (AfD), yang dicurigai sebagai pendukung Neo Nazi. Dalam sebuah siaran langsung yang diadakan pada 10 Januari 2025, Musk mengajak warga Jerman untuk memilih AfD, mengklaim bahwa hanya partai tersebut yang dapat "menyelamatkan Jerman." Dia berpendapat bahwa kondisi di Jerman sangat buruk dan mendesak publik untuk mendukung AfD agar dapat membawa perubahan. 


"Jika tidak, keadaan akan jadi sangat, sangat jauh lebih buruk di Jerman," tegas Musk saat berbicara dengan Alice Weidel, pemimpin AfD.


Elon Musk juga membandingkan iklim politik di Jerman dengan Amerika Serikat, menyatakan bahwa rakyat Jerman harus menuntut perubahan, sama seperti yang dilakukan masyarakat AS saat Trump terpilih. Pernyataan tersebut muncul dalam konteks pemilihan umum mendatang di Jerman yang dijadwalkan pada 23 Februari 2025, di mana Musk mendorong pemilih untuk beralih kepada AfD sebagai solusi atas masalah yang ada.


Neo Nazi sendiri merupakan gerakan sosial politik yang berupaya untuk menghidupkan kembali ideologi Nazisme era Adolf Hitler. Setelah Perang Dunia II, ideologi ini berusaha untuk memperkenalkan kembali supremasi rasial yang mendorong kebangkitan kelompok-kelompok yang menganggap diri mereka sebagai bagian dari ras Arya. AfD, yang dikenal sebagai partai yang dicurigai memiliki hubungan dengan Neo Nazi, telah mendapatkan dukungan yang lebih besar di Jerman Timur dibandingkan dengan Jerman Barat. Meskipun banyak warga Jerman menganggap Neo Nazi sebagai isu minor, ada kekhawatiran yang mendalam tentang potensi terorisme dan kekerasan terhadap warga asing yang dapat diakibatkan oleh kelompok ini.


Kekhawatiran publik di Jerman terhadap pengaruh Elon Musk yang sangat besar di AS juga semakin meningkat. Banyak yang bertanya-tanya apakah dia dapat meyakinkan warga Jerman untuk mendukung rencana-rencana perubahan yang diusung oleh AfD, meskipun partai tersebut sering diasosiasikan dengan kebangkitan gerakan Neo Nazi. Melihat ke belakang pada sejarah, terdapat pelajaran berharga dari masa Adolf Hitler yang berhasil mengubah Partai Buruh menjadi partai Nazi, yang pada akhirnya menciptakan kekacauan politik dan sosial yang menghancurkan di Eropa.


Setelah Perang Dunia I, Jerman mengalami gejolak politik yang hebat, yang melahirkan frustasi dan meningkatnya semangat nasionalisme serta rasisme di kalangan warganya. Pada tahun 1919, Anton Dexler mendirikan Partai Buruh, dan Adolf Hitler bergabung sebagai pemimpin propaganda, yang kemudian membawa partai tersebut berkembang pesat dan mengubah namanya menjadi Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP) atau Partai Buruh Nasional-Sosialis Jerman (NAZI) pada tahun 1920. Hitler memanfaatkan ketidakpuasan rakyat atas Perjanjian Versailles dan menyebarkan ideologi antisemitisme, yang menyalahkan Yahudi atas banyak masalah yang dihadapi Jerman.


Keberhasilan Partai Nazi dalam pemilu 1932, di mana mereka merebut 230 dari 608 kursi di Parlemen, menandai awal kekuasaan Hitler. Pada tahun 1933, Hitler diangkat menjadi pemimpin Jerman, dan selama masa pemerintahannya, partai tersebut menerapkan berbagai kebijakan kontroversial, termasuk penindasan terhadap kaum Yahudi dan kelompok lain yang dianggap inferior. Kebijakan luar negeri Nazi yang agresif pada akhirnya memicu Perang Dunia II dan peristiwa Holocaust, yang mengakibatkan genosida terhadap enam juta orang Yahudi di Eropa.


Dalam konteks saat ini, tindakan dan pernyataan Elon Musk menjadi perhatian karena potensi dampaknya terhadap opini publik dan situasi politik di Jerman. Tindakan simbolis yang dianggap merujuk kepada Nazi merupakan pengingat akan sejarah kelam yang tidak boleh dilupakan. 


Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab tokoh publik dalam menyampaikan pesan dan pengaruh mereka terhadap masyarakat, terutama dalam konteks ideologi ekstrem yang dapat mempengaruhi stabilitas sosial dan politik di masa depan. (Tim Liputan).

Editor : Lan

Share:
Komentar

Berita Terkini