Dr. H. Imron Rosyadi, MH: Pendidikan Islam Multikultural untuk Harmoni Sosial di Era Globalisasi
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) – Dalam Public Lecture bertema “Penguatan Pendidikan Agama Islam di Era Globalisasi: Perspektif Sosiologi Agama dan Pendidikan Multikultural” yang digelar di Aula Senat IAIN Pontianak, Dr. H. Imron Rosyadi, MH., Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, memberikan paparan mendalam tentang pentingnya pendidikan Islam multikultural dalam menghadapi tantangan keberagaman di Indonesia.
Menurut Dr. Imron, pendidikan Islam multikultural memiliki peran strategis dalam menciptakan harmoni sosial di tengah masyarakat yang multikultural.
“Keberagaman di Indonesia, baik dari segi budaya, agama, etnis, maupun bahasa, merupakan tantangan sekaligus peluang. Pendidikan Islam multikultural dapat menjadi jembatan untuk membangun kesetaraan dan saling menghormati dalam keberagaman ini,” ujarnya.
Tantangan dan Solusi dalam Pendidikan Multikultural
Dr. Imron menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi pendidikan multikultural, seperti potensi konflik antar kelompok, fanatisme, dan kesenjangan sosial. Ia menekankan perlunya pendekatan yang inklusif untuk mencegah ketegangan antar budaya.
“Fanatisme yang tidak terkendali dapat mengancam stabilitas sosial. Untuk itu, kita memerlukan pendekatan pendidikan yang tidak hanya menekankan nilai-nilai agama, tetapi juga mengajarkan toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan,” jelasnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai Islam dan multikulturalisme dalam pendidikan. “Pendidikan Islam harus mampu mengajarkan nilai-nilai universal, seperti keadilan, perdamaian, dan toleransi, yang relevan dengan konteks multikultural masyarakat kita,” tambahnya.
Landasan Hukum Pendidikan Multikultural
Dalam paparannya, Dr. Imron juga membahas dasar hukum yang mendukung pendidikan Islam multikultural di Indonesia, seperti:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan pendidikan harus menghormati hak asasi manusia dan nilai-nilai budaya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menjamin pendidikan tanpa diskriminasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, yang mendorong pengajaran nilai-nilai toleransi antarumat beragama.
“Kerangka hukum ini memberikan dasar normatif bagi pendidikan Islam multikultural untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan adil,” tegasnya.
Pendidikan untuk Harmoni dan Perdamaian
Dr. Imron menekankan bahwa pendidikan Islam multikultural bertujuan untuk menciptakan harmoni sosial dan tatanan kehidupan yang adil.
“Nilai-nilai seperti toleransi, perdamaian, dan penghormatan terhadap perbedaan harus menjadi inti dari setiap aspek pendidikan,” katanya.
Ia juga memberikan pandangannya tentang pendekatan hukum dalam mengatasi konflik sosial.
“Sistem hukum di Indonesia harus mampu mengakomodasi keberagaman budaya dan agama, sehingga setiap kelompok merasa terlindungi dan dihargai,” ungkapnya.
Pesan dan Harapan
Sebagai penutup, Dr. Imron mengajak semua pihak, mulai dari akademisi hingga pemerintah, untuk mendukung pendidikan Islam multikultural.
“Keberagaman di Indonesia adalah kekayaan yang harus dijaga. Dengan pendidikan yang inklusif, kita dapat menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai,” pungkasnya.
Paparan Dr. Imron mendapat apresiasi dari para peserta, termasuk mahasiswa dan akademisi yang hadir dalam acara ini. Dengan diskusi yang mendalam, kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat peran pendidikan Islam dalam menjawab tantangan globalisasi dan keberagaman di Indonesia. (Tim Liputan)
Editor : Aan