Tidak Ada Hubungan Antara Nyamuk Wolbachia Dan Keganasan Nyamuk Dengue |
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu menegaskan tidak ada
hubungan antara penyebaran nyamuk ber-wolbachia dengan tingkat keganasan nyamuk
Aedes aegypti, penyebab demam berdarah.
Menurutnya,
karakteristik nyamuk Aedes aegypti di daerah yang telah disebarkan maupun belum
disebarkan nyamuk ber-wolbachia tetap sama. Tanda dan gejala orang yang terkena
gigitan nyamuk Aedes aegypti juga sama, seperti demam tinggi yang diikuti nyeri
otot, mual, muntah, sakit kepala, mimisan, dan gusi berdarah.
“Secara keseluruhan
karakteristik dan gejalanya sama. Bahkan, tidak ada perbedaan jumlah nyamuk
Aedes aegypti sebelum dan setelah wolbachia dilepaskan,” kata Dirjen Maxi di
Jakarta, Senin (1/4) lalu.
Hingga kini, penyebaran
nyamuk ber-wolbachia telah dilaksanakan di 5 kota, yakni Semarang, Kupang,
Bontang, Bandung, dan Jakarta Barat. Penetapan kelima wilayah tersebut
mempertimbangkan kesiapan stakeholder dan masyarakat setempat.
Semarang menjadi lokasi
pertama yang melaksanakan penyebaran nyamuk ber-wolbachia, diikutin Kota
Bontang dan Kota Kupang. Sampai saat ini, pelaksanaan tersebut belum menyeluruh
di semua wilayah. Di Kota Semarang, penyebaran nyamuk ber-wolbachia dilakukan
di 4 kecamatan, Kota Bontang di 3 kecamatan dan Kota Kupang di 1 kecamatan.
Sementara itu, untuk
wilayah Bandung, penyebaran nyamuk ber-wolbachia baru dilakukan di 1 kelurahan,
yakni Pesanggrahan, Kecamatan Ujung Berung. Di Jakarta Barat, Dirjen Maxi
menambahkan, penyebaran nyamuk ber-wolbachia hingga kini belum dilaksanakan.
Hal ini karena masih
menunggu kesiapan masyarakat dan penandatangan Nota Kesepakatan antara
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Jakarta dengan Kemenkes yang sempat
tertunda karena terjadi pergantian pimpinan di DKI Jakarta.
Dirjen Maxi
mengungkapkan, hasil monitoring bersama antara Kemenkes dan dinas kesehatan di
5 kota tersebut menunjukkan setelah pelepasan ember nyamuk ber-wolbachia,
konsentrasi nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia yang ada di alam berada di
kisaran 20 persen.
Angka tersebut, lanjut
Dirjen Maxi, masih berada di bawah persentase nyamuk Aedes aegypti
ber-wolbachia yang idealnya mencapai 60 persen di alam.
“Setelah populasinya
mencapai 60 persen, pelepasan ember nyamuk ber-wolbachia akan ditarik kembali
dan hasil penurunan kasus dengue baru akan mulai terlihat setelah 2 tahun, 4
tahun, 10 tahun dan seterusnya seperti implementasi yang dilakukan di Kota
Yogyakarta,” ungkap Dirjen Maxi.
Penyebaran nyamuk
ber-wolbachia telah terbukti efektif menurunkan kasus demam berdarah di Kota
Yogyakarta. Sejak pertama kali disebar pada tahun 2017, nyamuk ber-wolbachia
telah terbukti mampu menurunkan 77 persen angka kejadian dengue dan 86 persen
kejadian masuk rumah sakit.
Dirjen Maxi mengatakan
penerapan teknologi nyamuk ber-wolbachia dipastikan aman karena memanfaatkan
bakteri alami wolbachia yang ada pada serangga dan telah melalui proses
penelitian yang cukup panjang.
Penelitian teknologi
wolbachia dilakukan di Yogyakarta selama 12 tahun, yakni dari 2011 sampai 2023.
Penelitian ini melewati 4 tahapan penelitian, mulai dari fase kelayakan dan
keamanan (2011-2012), fase pelepasan skala terbatas (2013-2015), fase pelepasan
skala luas (2016-2020), dan fase implementasi (2021-2022).
Di dunia, studi pertama
Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) dilakukan di Yogyakarta dengan
desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT) yang merupakan sebuah desain
dengan standar tertinggi.
Di Indonesia, analisis
risiko diinisiasi oleh Kemenristekdikti dan Balitbangkes Kemenkes dengan
melibatkan 20 orang dari berbagai kepakaran. Hasil analisis memperlihatkan
bahwa pelepasan nyamuk ber-wolbachia memiliki risiko yang sangat rendah.
“Yang mana dalam 30
tahun ke depan, peluang peningkatan bahaya dari penyebaran aedes aegypti
ber-wolbachia dapat diabaikan (negligible),” kata Dirjen Maxi.
WHO selaku selaku
Vector Control Advisory Group (VCAG) pada 2023 telah merekomendasikan
penggunaan nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia. VCAG merupakan badan yang
bertugas memberikan nasihat dan panduan terkait pengendalian vektor atau
penyebaran penyakit oleh vektor tertentu seperti nyamuk.
Meski telah menyebar
nyamuk ber-wolbachia, Dirjen Maxi mengimbau masyarakat untuk melengkapi upaya
pencegahan dengan menerapkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan 3M Plus.
Langkah tersebut dapat
dilakukan dengan menguras tempat penampungan air, menutup tempat-tempat
penampungan air, dan mendaur ulang berbagai barang yang memiliki potensi untuk
dijadikan tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus DBD
pada manusia. (Sumber : Humas Kemenkes RI).
Editor
: Heri