Humas DPC Forsa Kota Pontianak Syaiful |
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) – Beredar Surat Edaran (SE) Menteri
Agama Nomor 1 tahun 2024 tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1445
H/2024 M yang melarang penggunaan pengeras
suara luar di masjid serta mushola saat shalat tarawih maupun tadarus Al-quran selama bulan ramadan.
Hal itu
tentu saja menuai reaksi dari berbagai kalangan, salah satunya adalah dari Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Fans Of
Rhoma And Soneta (FORSA) Kota Pontianak, Sy Hasan Mahdaly, SE saat di temui
awak media Jalan Selat Panjang Kecamatan Pontianak Utara pada hari Minggu (10
Maret 2024).
Ketua
DPC FORSA yang didampingi Humas DPC Forsa Kota Pontianak Syaiful meminta
Menteri Agama, Yaqut C. Qoumas tidak mengusik kerukunan dan toleransi beragama
yang telah lama terbangun di masyarakat dengan larangan pengeras suara luar di
masjid serta mushola saat shalat tarawih maupun tadarus Alquran selama bulan
ramadhan.
“Saya
berharap dan meminta Menteri Agama, Yaqut C. Qoumas tidak mengusik kerukunan
dan toleransi beragama yang telah lama terbangun di masyarakat dengan larangan
pengeras suara luar di masjid serta mushola saat shalat tarawih maupun tadarus
Alquran selama bulan Ramadhan,” beber pria yang akrab disapa Habib Hasan ini.
Habib Hasan menjelaskan juga
menyebut bahwa toleransi bukanlah masalah ditingkat bawah yang telah lama hidup
dalam tatanan kehidupan beragama yang penuh kerukunan serta toleran. Justru
masalah di tingkat atas yang mempermasalahkan hal yang bukan masalah ditengah
masyarakat.
Di tempat yang sama Humas DPC
Forsa Kota Pontianak, Syaiful
menuturkan bahwa untuk diketahui, poin ketiga dari S E Menag tersebut turut
menyebutkan bahwa dalam mengisi dan meningkatkan syiar islam, umat islam tetap
berpedoman pada Surat Edaran Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman
Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola.
“Surat Edaran Menteri Agama ini yang melarang pengeras suara
luar mesjid saat ramadhan sangat mengganggu suasana hati Umat Islam jelang
ramadhan, yang jadi pertanyaan kami, saya dan kita kenapa Menteri Agama membuat surat edaran pada point
ke tiga tersebut,” ucap Syaiful.
Syaiful menambahkan, toleransi
antar umat beragama telah terbangun kuat dan tadarus Al-Quran dan shalat tarawih adalah tradisi ramadhan yang telah ada sejak lama di Nusantara, bahkan
sebelum Menteri Agama Yaqut
lahir, Jauh sebelumnya tidak menjadi
masalah hingga kemudian hal ini dipermasalahkan oleh Menteri Agama.
“Jangan karena hanya ingin
tunjukkan prestasi dan kinerja malah secara sengaja merusak tatanan kerukunan
dan toleransi umat beragama yang telah terbangun kuat sejak lampau, bahkan
sebelum Menag Yaqut ini lahir,” tegas Syaiful.
Mayoritas umat muslim dan
menerapkan hukum syariah islam tapi saling menghormati minoritas bahkan, non
muslim ikut saling mendukung saudara muslimnya dalam menyambut ramadhan,kondisi
relasi yang sama juga di yakini terjadi di daerah lain di nusantara, di mana
muslim sebagai kaum minoritas.
“Jadi sejatinya tidak ada masalah
di tingkat bawah, justru masalah di tingkat atas yang mempermasalahkan sesuatu
yang tidak jadi masalah di tingkat masyarakat, sesuai motto Forsa Tegakkan Amar
Ma'aruf Nahi Mungkar dan seperti kebijakan Menag ini yang kemudian hanya
mengusik dan merusak tatanan kerukunan dan toleransi beragama yang telah hidup
sejak lama ditengah masyarakat,” pungkas
Syaiful. (Syl).
Editor : Heri