Tidak Semua Rekaman Foto Dan Video Dapat Dijadikan Bukti Di Pengadilan |
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) – Di pengadilan baik di Mahkamah Konstitusi (MK) dan
atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu(DKPP), tidak semua rekaman foto dan video
dapat dijadikan alat bukti di pengadilan.
Pada Pemilu tahun 2019 lalu,
banyak beredar foto dan juga video tentang kecurangan. Tapi ketika dibawa ke
pengadilan, foto dan video tersebut tidak cukup membuktikan bahwa kecurangan
tersebut benar-benar terjadi.
Oleh karenanya, Rumah Milenial Kalbar berharap semua harus tahu
bagaimana agar foto atau video tersebut dapat dijadikan alat bukti yang sah dan meyakinkan sehingga dapat dijadikan alat bukti
di pengadilan.
1. Pastikan Anda mengaktifkan
fitur GPS pada alat perekam. Dengan diaktifkan, maka exif metadata dalam file
foto dan video menjadi lengkap dengan lokasi tempat kejadian perkara. Bagus
jika koordinat GPS tersebut dapat ‘tayang’ langsung di rekaman foto atau video
tersebut. Jika tidak, tergugat bisa berkelit bahwa itu foto dan video kecurangan yang terjadi bukan di tempat yg dimaksud dalam
gugatan.
2. Pastikan foto dan video Anda
memuat informasi 5W 1H (Who,
What, When, Where, Why, dan How). Jika itu direkam dengan foto, maka buat
beberapa foto yang memang
mewakili 5W1H-nya itu. Jika video, maka buat narasinya sambil merekam kejadian
tersebut di tempat kejadian perkara.
Contoh: “Saya (sebutkan nama
sesuai identitas diri), warga masyarakat (jika Anda warga biasa), atau saksi
dari partai (sebutkan partainya), pada hari ini (sebutkan nama hari), tanggal
(sebutkan lengkap tanggal bulan dan tahun) pada jam (sebutkan waktu Anda
merekam video tersebut) di TPS 01 (misalnya) RT 01 (misalnya) Kelurahan Satu
Nusa (misalnya) Kecamatan Satu Bangsa (misalnya) Kabupaten Satu Bahasa
(misalnya) melihat, menemukan kecurangan sebagaimana rekaman (sebutkan detail
kecurangan), yg dilakukan oleh terduga (sebutkan siapa pelaku kecurangan
tersebut), sehingga mengakibatkan (sebutkan dampak dari kecurangan tersebut).
Jika foto dan video saja tanpa
hal-hal yang tertera
di atas, dapat dipastikan bahwa foto dan video
tersebut tidak bisa menjadi alat bukti di pengadilan (CMIIW). Atau jika pun
bisa, maka statusnya lemah.
Foto dan video tanpa kelengkapan hal
di atas mungkin bisa viral. Tapi percuma. Tidak akan ada konsekuensi hukumnya.
Dan kalau cuma buat viral, untuk apa? Terduga pelaku dan atau pihak-pihak di
belakangnya yg viral tersebut bisa memproduksi hal yg lebih viral lagi untuk
menutupinya. (Sumber : Rumah Millenial
Kalbar).
Editor
: Heri