Dr Usman, M.Pd.I (Dosen di IAIN Pontianak/LP Ma’arif PWNU Kalbar) |
KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Menjelang pencoblosan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan
Presiden (Pilpres) pada Pemilihan Umum (Pemilu) di tanggal 14
Februari 2024 yang diatur dalam UUD 1945 pasal 22E ayat 6 hingga UU Nomor 7 tahun
2023 memasuki masa krusial yang sangat menentukan untuk nasib keterpilihan
calon legislatif, yang juga menentukan jabatan politik, karir politik di
lembaga DPR dan Partai Politik.
Setelah
beberapa bulan melakukan sosialisasi dan kampanye yang bisa diibaratkan sedang
menanam benih, saat coblosan itulah saat yang tepat untuk memanen hasil yang
sudah di tanam.
Pada
konteks politik, memanen hasil sosialisasi dan kampanye adalah dengan banyaknya
suara konstituen yang memilih seorang caleg pada semua partai yang
berkontestasi.
Namun,
beberapa hari menjelang pemilihan umum tersebat kabar ringan disetiap obrolan
masyarakat yang bermetamorfosis menjadi pengamat politik dadakan di warung kopi
pinggir jalan hingga ke Kafe mewah yang biasa menjadi tempat kumpul masyarakat
ke kinian, bahwa caleg A, caleg B hingga caleg S melakukan jurus pamungkasnya
yakni; Matikan Mesin.
Kata
matikan mesin disini adalah mematikan mesin politik, ini sangat mengandung
begitu banyak tafsir dan syarat dengan kepentingan politik yang terselubung.
Tidak
mungkin seorang caleg yang sudah berdarah darah menghabiskan banyak waktu,
tenaga dan harta dalam melakukan sosialisasi serta kampanye dalam sekejap mata
melakukan mati suri politik.
Jangan-jangan
ungkapan matikan mesin hanyalah sebuah majas yang mempunyai tujuan melahirkan
imajinasi liar, lebih berkesan, gampang diingat dan menjadi sebuah daya Tarik.
Sebuah pesan untuk kawan dan lawan di gelanggang pertarungan politik tingkat
tinggi.
Mari
kita uji satu persatu dengan analisis ringan dan santai ala pengamat politik
warung kopi pinggiran.
Pertama, Makna dari
Matikan Mesin bisa menimbulkan imajinasi liar bagi kawan dan lawan politik.
Tentu,
siapapun orang yang sedang bertarung dalam pemilu umum dengan sistem
proporsional terbuka sangatlah memberikan peluang yang sama untuk menjadi
seorang anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPR Kabupaten atau Kota.
Baik
caleg di internal partai maupun caleg dari partai lain
akan dengan seksama mengamati setiap perkembangan dilapangan atau di basis
pemilih daerah pemilihan (baca; dapil).
Sehingga
ketika ada kabar burung yang berhembus bahwa caleg A dan caleg B hingga caleg S
mematikan mesin pasti akan menimbulkan imajinasi liar dari para petarung
diinternal partai dan diluar partainya serta berusaha untuk masuk ke basis
konstituen yang caleg mematikan mesin.
Imajinasi
liar dari para petarung beranggapan ini adalah swing voters atau floating mass
yang potensial di garap, tentu hal ini akan diuji dengan cara mengutus
intel-intel lokal ala detektif Conan. Kemungkinan imajinasi liar ini akan
menjadi peluang ataukah jebakan batman, semua tergantung dari kualitas para
intelejen yang diterjunkan ke lapangan.
Kedua, Matikan mesin
bisa menimbulkan kesan menyerah. Tentu hal inilah yang pertamakali muncul dalam
benak semua orang khususnya bagi para petarung dan tim sukses masing-masing
caleg yang sedang bertarung.
Biasanya
tim sukses petarung akan melakukan pendekatan pada tim sukses caleg yang
diisukan mematikan mesinnya untuk mendapatkan informasi yang akurat dan menjadi
bergaining position yang pas bagi tim sukses, sehingga mendapatkan credit point
yang lebih dari sang caleg yang menjadi bos-nya ketika mendapatkan info dan
dukungan tambahan.
Maka
adu cerdas, adu strategi caleg dan kekuatan istiqomah dalam pilihan bagi
tim-nya menjadi bagian subsansi.
Apakan
ini bagian trik dan intrik politik dalam sebuah pertarungan politik.
Pembuktiannya pada saat hari pemilihan. Sekali lagi, ini apakah tanda menyerah
ataukah jebakan batman yang sangat canggih untuk menghabiskan logistik para
pesaingnya.
Sehingga,
pada hari pemilihan sumberdaya logistik bisa secara maksimal di pergunakan.
Mafhum, dalam dunia pemilihan dan momen politik menggunakan cara-cara tak sah
seperti yang biasa kita dengar tentang kata Serangan
Fajar, Ambulance Berduit, Siraman Sawah, Menabur Pupuk dan banyak kata lainnya
lagi yang mempunyai sinonim yang sama.
Ketiga, Gampang diingat.
Itulah kesan yang akan diterima oleh semua orang ketika seorang caleg yang
mematikan mesin politik.
Mengapa
bisa begitu? Karena seorang caleg yang dianggap menyerah dengan mematikan mesin
politik akan menjadi tranding topic
masyarakat dan akan terus menjadi pembicaraan hangat masyarakat laksana snowball atau bola salju yang akan terus
menggelinding dan membesar.
Ini
sebuah keuntungan politik dan menjadi sosialisasi gratis untuk seorang caleg
yang menyatakan matikan mesin.
Bisa
jadi ketika sudah menjadi begiti dikenal, seorang caleg yang cerdas mampu
membalikkan keadaan dan menjadikannya sebuah kekuatan yang besar agar memilihnya.
Apa
yang dilakukan oleh caleg A, B dan S yang menyatakan matikan mesin yang di
bantu timnya, hal ini tentu selaras dengan teori Efek ilusi kebenaran ala Lynn Hasher.
Ke-empat, Matikan mesin
bisa menjadi daya Tarik. Matikan mesin bukanlah hal yang lazim dilakukan oleh
seorang caleg yang sedang bertarung karena untuk bisa masuk menjadi seorang
caleg di sebuah partai tentu melalui serangkaian seleksi yang ketat bahkan ada
partai yang melakukan fit and proper test.
Hal
ini menunjukkan bagaimana untuk menjadi seorang petarung di pemilihan umum
sangat selektif serta minimal mempunyai empat kompoten yakni, pasukan, senjata,
munisi dan strategi untuk menang.
Jadi,
sekali lagi tak lazim seorang caleg mematikan mesin politiknya, apalagi untuk
seorang petahana tentu hal ini akan menjadi daya Tarik tersendiri bagi petarung
lainnya. Ataukah ini strategi dari seorang caleg petahana agar caleg baru terus
bekerja keras dan termotivasi sehingga pada saatnya menopang suara dari sang
petahana yang sudah mempunya modal basis dukungan pada pemilihan sebelumnya dan
tentu punya source yang melimpah dalam cost politik, namun bisa juga ini
sebaliknya.
Kesimpulan
akhirnya kata “matikan mesin” mempunyai dua makna yang besar dalam perspektif
penulis.
Pertama, Bisa jadi ini adalah
tanda menyerah seorang caleg karena sudah melakukan kalkulasi dan tabulasi
politik pada menit-menit akhir sehingga kemungkinan menang kecil.
Petarung
yang baik adalah petarung yang melakukan apapun untuk hingga tetes keringat
terakhir.
Kedua, ini merupakan
strategi politik yang tinggi agar kelihatan lemah tetapi pada akhirnya menang,
seperti pada film-film India yang saya tonton pada kecil dulu.
Penulis : Dr Usman, M.Pd.I (Dosen di IAIN Pontianak/LP Ma’arif
PWNU Kalbar)