Mengapa Hari Transmigrasi Nasional?

Editor: Redaksi author photo

Mengapa Hari Transmigrasi Nasional?
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Meneruskan hasil Rekomendasi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Tahun 2010, dan kemudian dikuatkan dengan Rekomendasi Rakernas III PATRI tanggal 25-26 November 2015 di Jakarta, wakil-wakil Dewan Pengurus Daerah PATRI seluruh Indonesia mengusulkan, agar istilah Hari Bakti Transmigrasi (HBT) yang  ditetapkan dengan Keputusan Menteri Transmigrasi No. KEP. 264/MEN/1984 tanggal 23 Nopember 1984,  yang pada tanggal 12 Desember 2016 memasuki usia ke 66, dirubah menjadi Hari Transmigrasi Nasional (HARTRANNAS). Kamis (2 Februari 2023).

Dasar pertimbangan pengusulan perubahan istilah tersebut adalah:

Pertama, Pengamatan pelaksanaan peringatan HBT sejak masuknya era reformasi (1998) di Jakarta, gaungnya kian melemah. Sedangkan di daerah-daerah, menurut informasi anggota PATRI bahkan hampir tidak ada yang melakukan peringatan tersebut.

Kedua, Istilah Hari Bakti Transmigrasi selama ini terkesan “Kalibata Sentris.” Baik acara dan kepanitiaannya. Seluruhnya milik lingkup ketransmigrasian di Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi (sebelumnya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) yang berpusat di Kalibata. Dan bukan milik atau melibatkan peran publik secara luas (Nasional).

Ketiga, Istilah Hari Transmigrasi Nasional mempunyai makna dan sejalan dengan hadirnya  kelembagaan kementerian baru, paradigma penyelenggaraan transmigrasi baru, dan kian memperluas pemahaman Nawa Cita kepada khalayak. Sebagai bukti bahwa Negara hadir diseluruh ruang publik warga bangsanya.

Keempat, Dengan perubahan istilah Hari Transmigrasi Nasional, kata NASIONAL bisa untuk menjawab kritik terhadap program transmigrasi yang selama ini dianggap milik kementerian tertentu (sektor), sebagian suku, budaya, dan agama tertentu.

Kelima, Dengan adanya penonjolan kata Nasional pada Transmigrasi, maka transmigrasi merupakan  milik publik, milik seluruh warga Indonesia yang berbeda agama, suku, dan budaya. Baik warga pendatang maupun setempat. Sebagai wujud konsolidasi Nasional.

Keenam, Dalam Pidatonya pada Musyawarah Gerakan Transmigrasi di Gelora Senayan Jakarta, tanggal 28 Desember 1964, Presiden RI Pertama Bung Karno menyatakan Transmigrasi adalah Mati-Hidup Bangsa Indonesia. Dalam seluruh isi pidato tersebut tergambar jelas, Transmigrasi mempunyai ruh nasionalisme yang kuat. Transmigrasi adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah dan perjuangan Indonesia.

Ketujuh, Kontribusi Transmigrasi dalam membangkitkan semangat cinta tanah air,  mendukung pembangunan daerah, dan menjadi unsur perekat bangsa, sangat signifikan. Jejak kontribusi terbaru, transmigrasi turut mendukung pemekaran wilayah. Termasuk Ibu Kota Negara Baru (IKN) NUSANTARA.

Berdasarkan pertimbangan dari berbagai aspek, maka Transmigrasi sangat signifikan ditetapkan sebagai Hari Transmigrasi Nasional. Dengan penetapan tersebut Negara menghargai bahwa Transmigrasi bukan sekedar proyek pemindahan penduduk, tetapi sebagai Gerakan Nasional Perekat Bangsa. (Tim liputan)

Editor : Aan

Share:
Komentar

Berita Terkini