KALBARNEWS.CO.ID
(SURABAYA) - Wakil Wali Kota Surabaya Armuji menekankan pentingnya
pembangunan jamban di kalangan masyarakat menuju Surabaya bebas buang air besar
sembarangan (BABS) pada 2023.Wawali Tekankan Pembangunan Jamban Menuju Surabaya Bebas Babs
"Saya berharap tahun depan tidak ada lagi
warga buang air besar sembarangan. Jadi, semua warga harus punya jamban,
sehingga kualitas hidup warga Surabaya bisa lebih baik lagi," kata Cak Ji
panggilan akrab Armuji di Surabaya, Senin (26 Desember 2022)
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota
Surabaya, masih ada 8.000 lebih keluarga di Kota Pahlawan yang belum memiliki
jamban sehat. Sebagian besar keluarga yang belum punya jamban sehat tinggal di
rumah yang berada di lahan bukan hak milik, termasuk diantaranya tinggal di
tanah milik PT KAI atau Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
Pemerintah Kota Surabaya sudah membangun 400
jamban pada 2021, sedangkan pada 2022 dialokasikan sebanyak 300 jamban. Pada
tahun 2023, Pemkot Surabaya mengalokasikan pembangunan 2.000 jamban senilai
Rp4,4 juta per unit.
Hal itu juga diatur di dalam Peraturan Wali Kota
(Perwali) Nomor 32 Tahun 2020 tentang perubahan atas Perwali No 14 Tahun 2019
tentang Pelaksanaan Pembuatan Jamban di Kota Surabaya.
"Rencananya pada 2023 di Kecamatan Semampir,
Kenjeran dan Bulak dialokasikan 463 unit jamban atau sekitar 23,15 persen dari
yang diprioritaskan untuk kecamatan tersebut," kata Cak Ji.
Cak Ji mengatakan pada saat meninjau pengerjaan
jamban di Kelurahan Dukuh Menanggal, Kecamatan Gayungan, warga merespons
positif. Mereka bahagia karena bisa mendapatkan intervensi dari Pemkot Surabaya
terkait jamban.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya
Agus Hebi Djuniantoro sebelumnya mengatakan Pemkot Surabaya merevisi Peraturan
Wali Kota (Perwali) Nomor 32 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perwali Nomor 14
Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Pembuatan Jamban di Kota Surabaya.
Menurut dia, revisi peraturan dilakukan agar
persyaratan menerima bantuan jamban tidak lagi berdasarkan status tanah tempat
rumah berada, tetapi berdasarkan pertimbangan kesehatan dan lingkungan.
"Makanya, langkah awal yang kami laksanakan
adalah mengubah Perwali. Misal di situ diatur, sudah lebih 10 tahun tinggal di
sana, bisa mendapatkan bantuan jamban. Jadi, pertimbangannya bukan status
tanah, tapi kesehatan dan lingkungan," kata dia. (Tim liputan)
Editor : Aan