KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Komisioner Komnas
HAM, Anis Hidayah mendorong penegakan hukum terhadap kasus-kasus kekerasan yang
dihadapi oleh perempuan pembela HAM melalui manual perlindungan keamanan
perempuan pembela HAM Indonesia yang digagas Komnas Perempuan.
Selasa (29 November 2022).Komnas HAM Dorong Penegakan Hukum Perlindungan Perempuan Pembela HAM
"Selama ini nyaris tidak diselesaikan melalui jalur hukum yang berkeadilan melalui proses yang transparan, terbuka dan imparsial, sehingga ini diharapkan bisa menghapuskan impunitas terhadap faktor-faktor kekerasan yang dialami oleh perempuan pembela HAM," katanya dalam webinar memperingati hari Perempuan Pembela HAM dengan tema "Merajut Kerangka Perlindungan bagi Perempuan Pembela HAM".
Ia mengatakan situasi
lain yang menjadi dasar adanya manual perlindungan terhadap perempuan pembela
HAM yang juga menjadi resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), adalah
minimnya pelaporan kasus terhadap perempuan, karena situasi berlapis yang harus
dihadapi dibandingkan dengan laki-laki.
“Termasuk ancaman berlapis yang akan mereka
hadapi ketika mereka melaporkan, juga stigma yang melekat bagi perempuan
pembela HAM,” ucapnya.
Selama tahun 2020, Komnas HAM menerima sekitar
19 pengaduan terkait dengan perkara kekerasan terhadap pembela HAM, baik
laki-laki maupun perempuan. Namun, ia melihat masih banyak nama yang tidak
tercatat di luar laporan yang masuk kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan.
Ia berharap manual dari Komnas Perempuan bisa
menjadi instrumen pendukung atau penguat akses atas keadilan bagi perempuan
pembela HAM yang selama ini masih tidak berpihak.
“Selain dari perspektif atau paradigma penegakan
HAM terhadap kasus-kasus pembela HAM perempuan yang masih tidak berpihak, juga
dukungan dari pemerintah, kemudian lingkungan sekitar yang masih sangat
patriarki, sehingga juga mempengaruhi akses atas keadilan bagi perempuan
pembela HAM yang belum sepenuhnya terpenuhi,” ucap Anis.
Anis berharap dengan adanya manual ini bisa
meminimalisasi kerentanan risiko yang dihadapi oleh perempuan pembela HAM,
karena minimnya akses informasi agar bisa menjadi sumber pengetahuan di semua
lini.
“Mestinya manual ini digunakan oleh aparat
penegak hukum, pemerintah pusat, daerah dan lembaga negara, termasuk pemerintah
di tingkat paling bawah yaitu desa, karena organisasi perempuan juga banyak
memiliki komunitas di tingkat basis yang aksesnya juga sangat terbatas terhadap
pengetahuan pembela HAM,” ujarnya.
Melalui manual yang diterbitkan oleh Komnas
Perempuan ini, Anis ingin mendorong penguatan pengakuan negara terhadap
perempuan pembela HAM yang secara nyata berkontribusi pada upaya-upaya kemajuan
HAM dan penegakan HAM terhadap perempuan di Indonesia. "Karena, sampai
saat ini pengakuan terhadap perempuan pembela HAM masih sangat minim, baik di
ranah internasional, regional maupun di Indonesia," ujarnya.
(Tim liputan)
Editor : Aan