Makna Idul Adha Bahwa Allah SWT Penguasa Segalanya Bahwa Allah Sumber Segalanya

Editor: Redaksi author photo
Sekretaris PCNU Kabupaten Kubu Raya, Ustad Edi Suhairul, S.Pd.I
KALBARNEWS.CO.ID (KUBU RAYA) – Hari Raya Idul Adha dikenal juga oleh umat Islam sebagai Hari Raya Qurban, Makna Idul Adha 2022 tidak terbatas mempelajari kisah Nabi Ismail AS dan Nabi Ibrahim AS. Melainkan ada makna yang lebih dalam yang tersirat dari perjalanan awal bulan Dzulhijjah hingga Idul Adha 2022.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Tanfizdiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat, Ustad Edi Suhairul, S.Pd.I, Ia mengatakan Idul Adha merupakan momentum yang disediakan oleh Allah bagi hambanya untuk menata kehidupan yang lebih tenang, bahagia dan tentram.

"Diantara petunjuk Allah yang Allah berikan kepada kita melalui momentum Idul Adha ini, kita bisa belajar dari petunjuk itu untuk dapat menata kehidupan. Dengan penataan itu kita menyadari betapa besar kasih Allah kepada kita semua, betapa besar perhatian Allah yang menginginkan kita punya kehidupan yang lebih baik, punya kehidupan yang nyaman, bahagia. Sehingga dengan kesadaran itu kita meningkatkan syukur kita kepada Allah SWT," jelas Ustad Edi.

Sekretaris Tanfizdiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kubu Raya menjelaskan petunjuk ini dihadirkan Allah swt melalui kehidupan Nabi Ibrahim AS yang kemudian dilestarikan Nabi Muhammad SAW dalam syariatnya. Kemudian syariat dijaga oleh umatnya hingga kini.

Petunjuk yang ingin disampaikan oleh Allah dalam makna Idul Adha adalah hambanya dapat memperoleh ketenangan, kebahagiaan dan ketentraman jika mendekat kepada sumbernya, yakni Allah SWT.

"Allah ingin memberikan gambaran kepada kita bahwa orang-orang yang bahagia, orang-orang yang tenang hidupnya, matang bahkan sukses dalam kehidupan, yaitu orang-orang yang mampu mendekat kepada sumber kebahagiaan, kesuksesan dan ketenangan," ujar Sekretaris Tanfizdiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Kubu Raya.

"Bukankah kita mengikrarkan, mengakui secara tulus dengan hati kita dan akal kita, bahwa Allah penguasa segalanya. Bahwa Allah sumber segalanya," sambungnya.

Maka makna Idul Adha adalah siapapun yang dekat dengan Allah akan mudah dalam mengakses kebahagian dan ketenangan hidup yang didambakan setiap manusia.

"Maka siapapun yang dekat dengan Allah akan mudah untuk mengakses kemudahan dan kebahagiaan yang sangat didambakan itu," ungkap Ustad Edi.

Makna Idul Adha kata Ustad Edi Suhairul, S.Pd.I bahwa Allah telah membukakan jalan untuk membangun kedekatan kepada-Nya. Ini melalui 9 hari pertama pada bulan Dzulhijjah, dimana status ibadah umat Muslim ditingkatkan dari istimewa menjadi dicintai oleh Allah.

"Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa tidak ditemukan bentangan hari dalam setahun amal soleh itu naik status dari istimewa menjadi dicintai oleh Allah SWT dibandingkan 10 hari pertama. 10 hari pertama ini dimaksudkan di bulan Dzulhijjah. Semua amalan naik status menjadi dicintai oleh Allah. Maka itu dianjurkan untuk meningkatkan ibadah seperti sholat, sedekah, dan sebagainya," jelas Ustad Edi Suhairul, S.Pd.I.

Tujuan akhir dari upaya membangun kedekatan itu disimbolkan dengan ritual sholat Idul Adha dan penyembelihan hewan di tanggal 10 Dzulhijjah. Makna Idul Adha dalam ritual penyembelihan hewan sebagai simbol rasa syukur telah diberikan jalan oleh Allah swt.

"Tujuan akhirnya adalah membangun kedekatan kita dengan Allah SWT yang disimbolkan dengan ritual sholat dan penyembelihan hewan. Ritual sholat dan penyembelihan hewan adalah gambaran syukur telah diberikan jalan kepada untuk mendekat kepada Allah," kata Ustad Edi Suhairul, S.Pd.I.


Selain itu, dalam kajian terpisah UAH mengatakan hikmah penyembelihan hewan adalah untuk menghadirkan ketentraman dan ketenangan bagi jiwa-jiwa yang melaksanakan kurban.

"Proses penyembembelihan itu hikmahnya untuk menghadirkan ketentraman, ketenangan untuk jiwa-jiwa orang yang berkurban," ungkapnya.

"Dalam momentum idul Adha itu Allah ingin mengembalikan kita ke asal mula kita hidup yang tenang dan tentram. Manusia itu wujud asalnya fitrahnya tenang. Cenderung pada kebaikan. makanya ketika berbuat salah hatinya menolak karena fitrahnya itu baik," pungkas Ustad Edi Suhairul, S.Pd.I. (tim liputan).

Editor : Heri

Share:
Komentar

Berita Terkini