![]() |
Kemenag Hadirkan Mantan Teroris Sebagai Pembicara |
Mantan
Teroris tersebut adalah Ken Setiawan, mantan Komandan NII Wilayah 9 dan pendiri
NII Crisis Centre (Pusat Rehabilitasi Korban NII dan Radikalisme) dan Rosnazizi, mantan Narapidana Teroris (Napiter) asal
Singkawang yang pernah terpapar
radikalisme.
Kepada awak
media, Ken menyatakan, radikalisme sebenarnye virus yang bisa menimpa siapa
saja. Perlu pemahaman pancasila dengan baik dan pengamalan yang benar agar
tidak terpapar seperti dirinya dulu.
Ken
mengaku, bisa terpapar
virus radikal karena menganggap
pancasila itu sebagai pujaan berhala. Padahal konsep pancasila sudah finish
secara utuh sebagai falsafah negara
Indonesia.
“Saya dulu
belajar dengan guru yang salah. Sehingga memahamai tafsir-tafsir dengan cara
yang salah. Saya juga menganggap pancasila
itu pujaan berhala. Padahal sejatinya, tidak ada pertentangan dalam
Pancasila mengenai ajaran-ajaran agama,” kata Ken.
Menurutnya
dari anggapan keliru terhadap pancasila, memudahkan seseorang untuk berpindah haluan dari
nilai-nilai agama sebenarnya. Ditambah lagi permasalahan munculnya sikap
intoleran di tengah masyarakat, memicu paham radikal ini tumbuh.
Ada
kelompok yang mengaku pancasilais, tapi
tidak memahami makna sebenarnya dari pancasila itu sendiri. Merasa kelompoknya benar, sementara kelompok lain
salah .
Ken menyatakan untuk menghindari virus radikal ini, masyarakat perlu memahami
dan mengamalkan pancasila secara berurutan, tidak melompat. Dimulai dengan
mengamalkan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa,
ini akan
menciptakan pribadi yang damai. Di satu
sisi, memang agama di Indonesia beragam,
namun intinya Tuhan itu tetap satu, hanya penamaan untuk Tuhan itu saja
berbeda.
Ketika sudah
meresapi dan mengaplikasikan sila pertama dengan baik, sila ke dua akan mudah
diimplementasikan melalui prinsip memanusiakan manusia (sila kedua) walau
berbeda agama dan etnis.
“Setelah
kita beradab, maka kita bersatu (sila ketiga), kemudian bermusyawarah
mufakat, in syaa Allah barulah
berkeadilan sosial (sila kelima). Ini
yang harus kita bangun, boleh
berbeda tapi jangan menyalahkan sehingga kita bisa berdamai semuanya
antar ummat beragama,” tegas Ken.
Masih
menurut Ken, dia berharap, ummat beragama harus sering bertemu dalam
kegiatan positif untuk memupuk persatuan
dan meminimalisir masuknya radikalisme. Ken juga yakin, dengan kerapnya kegiatan perkumpulan ini akan tercipta moderasi beragama yang indah.
Karena selama ini dia melihat, perkumpulan lintas agama ini masih kurang, jadi
perlu ditingkatkan.
Mantan
napiter Rosnazizi dalam kesempatan itu bercerita dan mengisahkan pengalamannya
hingga bisa terpapar paham radikalisme.
Ketika itu dia hanya belajar satu guru yang melahirkan opini dan aksi
menyesatkan. Padahal untuk mendapatkan ilmu yang benar harus banyak guru yang
diikuti.
“Kita harus
beajar dari sumber yang benar. Jangan hanya satu pintu. Dulu saya juga
menganggap pancasila itu bertentangan dengan quran dan sunnah. Tapi hari ini
saya mengatakan pancasila sudah sesuai dengan
quran dan sunnah,” katanya.
Namun ,
Rosnazizi tetap berpesan agar ummat beragama tidak mudah menilai secara negative ummat
beragama lainnya dari sisi penampilan.
Belum tentu penampilan berciri kaum radikal itu, faktanya radikal, bisa
sebaliknya. Yang harus diperhatikan,
akhlak kita dalam kehidupan bermasyarakat.
Kakanwi
Kemenag Kalbar Drs. Syahrul Yadi, M.SI menyatakan, hadirnya dua narasumber (Ken Setiawan dan Rosnazizi) ini diharapkan
dapat memberikan wawasan dan pemahaman kepada masyarakat khususnya peserta FGD
tentang paham radikal dan moderasi beragama yang menjadi prioritas program
nasional.
“Orang
beragama rentan dan sangat mudah tersinggung jika bicara soal agama. Kencang
bahkan tidak dipikirkan dari sisi budaya, bahkan nyawa pun siap untuk dikorbankan. Ada kekuatan kiri
dan kanan, maka kita harus menguatkan kekuatan tengah, yaitu bermoderasi
agama,” jelas Syahrul Yadi.
FGD itu
sendiri mengusung tema “Moderasi
Beragama dan Pluralisme: Sebuah Alternatif dan Solusi Problem Kebangsaan”.
Hadir sebagai peserta dalam kegiatan itu sebanyak 300 orang.
Terdiri dari
pengelola pondok pesantren, pengurus masjid, penyuluh lintas agama se kota Pontianak, dan Paguyuban Merah Putih
Kota Pontianak. Selain mantan aktivis radikalisme, mantan teroris, Drs. H.
Syharul Yadi M.Si juga turut menjadi pembicara.
FGD ini sebagai sarana penyampaian konsep
penguatan internalisasi nilai-nilai moderasi beragama sebagai upaya pencegahan
radikalisme guna mendukung semangat toleransi dan kerukunan beragama di kota
Pontianak.
Berdasarkan
release panitia kegiatan, FGD ini
bertujuan menumbuhkembangkan penguatan internalisasi nilai-nilai moderasi
beragama di kalangan pengelola pesantren, pengurus masjid serta penyuluh lintas agama. Tentunya dalam bingkai toleransi dan kerukunan sebagai
upaya pencegahan radikalisme di kota Pontianak-Kalbar, sekaligus menguatkan
kerjasama dalam menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif melalui penguatan
moderasi beragama di kota Pontianak.
Selain itu
agar masing-masing pihak, pengelola pesantren, pengurus masjid dan penyuluh
lintas agama menyadari ancaman pemikiran atau pemahaman keagamaan eksklusif dan
ekstrem yang telah menyusup ke seluruh lini instansi dan lembaga. Sehingga
pihak pesantren dan pengurus-pengurus masjid dapat mengambil langkah-langkah
kongkrit untuk mengantisipasinya.
Pihak
pengelola pesantren dan pengurus masjid kota Pontianak beserta penyuluh lintas
agama juga diharapkan dapat menggalakkan
dan mengimplementasikan nilai-nilai
moderasi beragama di lingkungannya, melalui FGD ini. Tujuannya sebagai
upaya pencegahan paham radikalisme yang telah merangsek masuk ke pesantren dan
masjid-masjid kota Pontianak. (BP/tim liputan).
Editor :
Heri