![]() |
Rony Ramadhan Putra: Narasi Kecil NU Kalimantan Barat |
Hal ini
disampaikan Rony Ramadhan Putra, salah seorang mantan aktivis Hizbut Tahrir
Indonesia dalam agenda Webinar Series #1 yang menangkat tema Narasi Kecil NU
Kalimantan Barat, Catatan Masa Khidmat 2017-2022 yang digelar leh Lembaga
Ta’lif Wan Nasyr Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat, Senin, 20/6
malam melalui plartform Zoom.
Menurutnya,
Sejak berdirinya tahun 1926 silam yang dipelopori oleh K.H. Hasyim Asy’ari,
tantangan demi tantangan selalu hadir. Semakin terbukanya informasi, setiap
jiwa bebas mengekspresikan diri, tak terkecuali dalam menampilkan keyakinan
keagamaan berdasarkan doktrin kelompok tertentu, merupakan tugas yang tidak
mudah bagi NU untuk menjaga situasi dan kondisi keberagaman di Indonesia tetap
kondusif, sebab berkembangnya sistem demokrasi memberikan ruang begitu luas
bagi siapapun untuk mengemukakan pendapatnya; menyuarakan kebenaran, mengkritik
ketidakadilan, dan seterusnya, walaupun pada gilirannya keadaan ini memberikan
daya jangkau yang lebih besar sejumlah organisasi politik, sosial-keagamaan
dalam mencapai visi-misi mereka, bahkan dengan beraninya mencatut nama Ulama
Ahlussunnah wal Jama’ah melalui berbagai platform.
Ia
mengungkapkan bahwa propaganda di dunia maya yang menjadi tantangan NU
Kalimantan Barat adalah saluran Pontianak Bertauhid dan diduga kuat terafiliasi
dengan organisasi terlarang, yakni Hizbut Tahrir Indonesia.
“Permainan
narasi dalam memelintir ayat, perkataan ulama, serta membolak-balik situasi
merupakan ciri khas mereka, seperti: “Setiap makhluk yang Allah ciptakan ada
lingkungan tempat hidupnya Ikan hidup di air. Burung akan hidup bebas di udara.
Jika sebaliknya maka akan mati. Umat Islam hanya bisa hidup di dalam sistem
Islam sebab merupakan Islam agama yang sempurna, bukan hanya mengurus perkara
akhirat, melainkan juga keselamatan dunia yang mereka yakini tentang seruan
Allah dalam TQS al-Baqarah [2]: 208 agar masuk Islam secara Kaffah, menukil
pendapat Imam al-Jazairi, perintah masuk Islam secara kaffah dan tidak boleh
memilah-milih syari'ah berdasarkan hawa nafsu” ujarnya
Tidak hanya
itu, kelompok radikal dalam memasarkan ajarannya, seperti yang terlihat dalam
channel youtube “Dakwah Khatulistiwa”, mereka menyelenggarakan diskusi online
dengan nama “Ijtima’ Ulama Aswaja Kalimantan Barat”, dan intinya menjadikan
khilafah sebagai solusi tuntas setiap permasalahan yang ada.
Menurutnya,
kalimat-kalimat tersebut seringkali
diulang-ulang, disebarkan melalui jejaring digital seperti facebook, instagram,
whatsapp, dan lain-lain. Jika disimak oleh masyarakat awam yang tidak mengerti
agama, akan diterima sebagai kebenaran, padahal sesungguhnya palsu. Islam dan
sistem yang mereka maksud hanyalah Islam sesuai penafsiran kelompoknya. Diluar
itu boleh disebut tidak Islami, termasuk konsep bernegara Republik Indonesia
yang berideologi Pancasila, mereka sebut thaghut.
Ia
menyatakan, di Kalimantan Barat, penggarapan platform digital yang digunakan
seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, Youtube, dan Website, masih kalah
disbanding optimasi Kelompok Ekstrim, apalagi mereka mencoba mengadu domba
antara masyarakat dan ulama melalui penyematan nama aswaja. Sejauh ini, NU baru
sekedar memanfaatkan Whatsapp untuk mengirim buletin khutbah jumat.
Adapun
facebook dan instagram NU Khatulistiwa, rutin mengabarkan setiap event
keaswajaan yang terjadi di Kalbar. Sementara untuk Youtube Channel-nya bernama
NU Kalbar, cukup update memposting video ceramah Kiyai-kiyai Muda, memberikan
edukasi keagamaan yang moderat.
Untuk
website, yang paling menonjol adalah nukhatulistiwa.com dan unukalbar.ac.id,
menyajikan berita teraktual maupun jurnal-jurnal ilmiah, bergerak aktif dalam
perannya melakukan kontra-narasi terhadap kelompok radikalisme sejak 2017 –
sekarang.
Tentu istilah
Aswaja boleh saja digunakan oleh siapapun yang merasa dirinya berakidah
Asy’ariyah Al-Maturidiyah, berfikih empat madzhab, memilih salah-satunya
berdasarkan hasil kaji bersama Kiyai, kemudian bertasawuf khas merujuk Imam
Al-Ghazali dan Imam Junaid Al-Baghdadi, serta tidak memahami Khilafah sebagai
sebuah sistem baku dalam pemerintahan. Pertanyaanya, kelompok yang mencatut
nama Ulama Aswaja apakah memenuhi unsur tersebut? (Ahmad Fauzi).
Editor :
Heri