![]() |
KH. Joko Supeno Mukti Al-Hafidzh, Pengasuh Pondok Pesantren Bustanul Qur’an |
Hal ini
disampaikan KH. Joko Supeno Mukti Al-Hafidzh selaku Pengasuh Pondok Pesantren
Bustanul Qur’an Kabupetan Melawi, dalam
pembukaan acara Webinar Pra Konferwil PWNU Kalbar VIII series #3 dengan tema
Pesantren Sebagai Benteng Islam Aswaja an-Nahdliyah di Kalimantan Barat
yangdigelar Lembaga Ta’lif Wan Nasyr PWNU Kalbar, Kamis, 30/6 pagi melalui
plartform Zoom Meeting.
Pesantren di
Indonesia akhir-akhir ini juga tampil dalam berbagai ragamnya. Ia mengatakan
pesantren memiliki sanad guru yang jelas bersambung kepada Rasulullah SAW.
Alumni
Ponpes al-Munawir krapyak ini menuturkan bahwa perbedaan kultur antara
Kalimantan dan Jawa menjadi kesulitan dan keseriusan tersendiri dalam
mengenalkan budaya pesantren karena masih banyak masyarakat yang belum mengenal
budaya pesantren.
Beliau
mengajak para pengasuh pondok pesantren untuk mengerami (menjaga) para santri
secara terus-menerus agar mampu mendidik para santri menjadi santri yang
berhasil.
“Ada banyak
tantangan yang dihadapi untuk mengembangkan pesantren di Pulau Kalimantan ini.
Selain kultur masyarakat, juga ada orangtua yang betah namun anaknya yang
kurang betah mondok, begitu juga sebaliknya. Kemudian dua-duanya betah tetapi
suasana pesantren belum bisa membuat mereka betah mondok. Namun semua itu
pelan-pelan dapat diatasi dan alhamdulillah pesantren Bustanul Qur'an
pelan-pelan bisa berkembang dan sudah melahirkan banyak alumni yang hafidz atau
hafidzah qur'an dan juga pandai kitab kuning serta ilmu-ilmu agama Islam yang
lainnya,” ungkap KH. Joko Supeno Mukti Al-Hafidzh.
Dirinya juga
mengajak perlunya memperkuat ideologi ASWAJA an-Nahdliyah di tengah maraknya
paham-paham diluar ASWAJA. Tentunya ini perlu dukungan terutama dari NU baik
ditingkat wilayah maupun cabang.(tim liputan).
Editor :
Heri