Ketum JMSI Apresiasi Inisiatif KBRI Madrid Dan Dubes RI Untuk Kerajaan Spanyol |
Poros
Jakarta-Madrid-Abu Dhabi, begitu nama gerakan global tersebut, dideklarasikan
Dubes Najib dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di KBRI
Madrid, di Calle Agastia, Madrid, pekan lalu (Minggu, 8/5).
FGD dihadiri
oleh delegasi Komisi VIII DPRI yang dipimpin ketuanya, Yandri Susanto.
Pembicara lain adalah Direktur Masjid Seville Sheikh Ibrahim Hernandez. Ketua
Umum JMSI Teguh Santosa diundang secara khusus oleh Dubes Najib untuk memantau
jalannya FGD. Begitu juga dengan Direktur Amanat Institute, Fahd Pahdepie, yang
kebetulan adalah Bendahara JMSI Jakarta.
Selain Teguh
dan Fahd, salah seorang anggota Komisi VIII DPR-RI yang hadir, Lisda Hendrajoni
dari Fraksi Partai Nasdem, juga merupakan Ketua Dewan Pembina JMSI Sumatera Barat.
Dubes Najib,
memilih Indonesia, Spanyol, dan Uni Emirat Arab, sebagai motor penggerak karena
ketiganya dinilai memiliki pengalaman yang kaya dalam mempraktikkan toleransi
beragama. Bila pengalaman ini digabungkan maka pengaruh poros gerakan ini akan
berdampak secara global pula.
Indonesia
merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia sekaligus negara dengan
jumlah penduduk beragama Islam terbanyak dunia. Reputasi umat Muslim Indonesia
yang toleran dan damai telah dikenal dunia.
Adapun
Spanyol adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Katolik. Negara ini,
di masa lalu, merupakan salah satu battle field antara kekuatan Islam dan
Katolik yang tengah memperebutkan pengaruh di kawasan. Terlepas dari pengalaman
pahit di masa lalu itu, pemerintah dan masyarakat Spanyol umumnya dapat
menerima dan menjaga peninggalan-peninggalan peradaban Islam di Andalusia.
Sementara
Abu Dhabi dinilai sebagai negara Teluk yang memiliki komitmen besar dalam
mensponsori gerakan moderasi beragama di Spanyol. Terutama melalui Yayasan
Kebudayaan Islam dan Toleransi Beragama yang dipimpin Jumaa Al Kaabi dan kantor
pusatnya berada di Madrid.
Teguh
Santosa yang baru tiba di tanah air dari perjalanan ke Spanyol itu mengatakan,
salah satu hal yang dibahas dan diperbincangkan dalam FGD itu adalah
perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang memungkinkan individu
warga dunia terlibat dalam berbagai diskursus dan perbincangan termasuk
mengenai isu agama.
Tidak
jarang, perbincangan di dunia maya yang telah menjadi platform arus utama
dilakukan dengan serampangan dan juga didasarkan pada kebencian-kebencian yang
diangkat dari cerita-cerita di masa lalu. Bahkan tidak sedikit pula yang dibumbui
informasi keliru dan hoax.
"Maka
disadari (dalam FGD tersebut) bahwa media massa profesional berbasis internet
atau media digital adalah kekuatan yang signifikan dalam menangkal hal-hal
destruktif yang disebarkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab melalui platform
digital," ujar Teguh Santosa yang juga dosen Hubungan Internasional di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, dalam keterangannya.
Teguh juga
mengingatkan, sudah menjadi kewajiban bagi pengelola ruang redaksi media siber
anggota JMSI untuk memperhatikan topik keberagaman dan moderasi beragama.
"Beberapa
waktu lalu komunitas pers nasional juga telah merumuskan Pedoman Pemberitaan
Isu Keberagaman yang secara prinsip memiliki semangat yang sama dengan Poros
Jakarta-Madrid-Abu Dhabi," ujar Teguh lagi.
Dalam
kesempatan ini, Teguh berpesan kepada pengelola ruang redaksi media siber
anggota JMSI untuk mempelajari Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman itu. [Sumber
: Jaringan Media Siber Indonesia].
Editor :
Heri