![]() |
Ketua Umum DPP LDII KH. Chriswanto Santoso saat jumpa pers |
Hal ini disampaikan Ketua Umum DPP LDII KH.
Chriswanto Santoso saat jumpa pers dalam rangka buka bersama dengan kalangan
wartawan, di Kantor DPP LDII, Jakarta Senin 18 April 2022.
Pendapatnya dalam menyikapi tahun politik
sangatlah penting mempunyai kedewasaan
dalam berdemokrasi, "Dewasa dalam berdemokrasi sangat penting, karena inti
demokrasi adalah menyejahterakan rakyat bukan ambisi pribadi atau
kelompok," ujarnya.
Tahun politik lanjutnya bisa dikatakan
sebagai jtahun yang emosional, maka rawan apabila tidak ada pengendalian diri.
"Disinilah perlu saling mengingatkan agar
hal-hal yang dianggap tidak adil dilawan dengan emosi dan kekerasan.
Dampaknya bisa memicu gesekan sosial," imbuhnya
Ia mengajak seluruh elemen bangsa, baik
pemerintah maupun rakyak Indonesia melakukan politik kenegaraan dalam bingkai
moralitas, “Kebebasan individu dalam demokrasi itu, tujuannya untuk
meningkatkan kesejahteraan. Tanpa moralitas, kebebasan itu bisa bertabrakan
dengan kebebasan orang lain,” jelasnya.
Ia berpendapat, ketika bangsa ini setelah
Reformasi memilih untuk berdemokrasi. Maka selanjutnya, menurut KH Chriswanto,
semua pihak mematuhi hukum atau aturan yang dibuat bersama oleh eksekutif dan
legislatif, dan dijalankan oleh yudikatif, “Taat terhadap peraturan itu adalah
salah satu ciri masyarakat yang demokratis dan beradab,” imbuhnya.
Manusia dengan moralitas yang luhur,
menurutnya akan menjadi pribadi yang mampu mengendalikan diri, “Ramadan ini
adalah bulan yang bisa kita pakai untuk belajar mengendalikan diri, mengikuti
aturan yang dibuat atas kesepakatan bersama,” katanya kepada para wartawan.
Justru, sikap emosional dan amarah, menghilangkan nilai luhur demokrasi.
“Emosional dengan menghajar orang lain, itu
mendegradasi nilai perjuangan yang dicanangkan. Cara berdemokrasi yang baik
kita jangan mudah terpancing,” imbuhnya. Ia menambahkan, keributan pada tahun
politik disebabkan karena bangsa ini memiliki banyak politisi tapi miskin
leadership atau kepemimpinan.
Menurut dia, antara politisi biasa dan yang
memiliki leadership itu berbeda, “Politisi selalu menekankan program untuk
jangka pendek, agar lima tahun terpilih lagi,” ujar KH Chriswanto Santoso yang
pernah menjadi politisi Golkar di Jawa Timur itu. Sementara leadership,
menurutnya menekankan program jangka
panjang, agar masyarakat sejahtera & menyiapkan serta membangun generasi berikutnya.
Jadi boleh saja, politisi menumpang program
jangka panjang dari politisi lain yang memiliki leadership. Tapi nantinya, akan
tampak pada saat politisi itu kalah, “Misalnya dia akan banyak komplain,
menyalahkan sistem, dan lain-lain,” tambahnya. Sementara seorang politisi yang
memiliki leadership tidak masalah siapapun yang menang, yang terpenting visinya
untuk menyejahterakan rakyat dan membangun generasi penerus yang berkualitas
bisa tercapai.
Ruang Publik Harus Sehat
Terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan
dalam negara demokrasi, KH Chriswanto mengingatkan, bahwa masalah agama adalah
given, masalah keyakinan, “Semua orang menganggap agama atau keyakinannya adalah
yang paling benar, rasa itu hadir karena pemberian Sang Khalik,” ujarnya.
Dia berpandangan adanya perbedaan tafsir
mengenai agama atau keyakinan adalah hal yang lumrah. Namun, setiap agama
selalu mengajarkan mengenai perdamaian, “Pada titik inilah, semua umat beragama
dan mereka yang memiliki keyakinan berbeda-beda, memiliki kewajiban membuat
kesepakatan perdamaian satu sama lain,” imbuhnya.
Senada dengan KH Chriswanto, Ketua DPP LDII
Rully Kuswahyudi mengingatkan pentingnya ruang publik, dalam hal ini media
sosial, bukan sebagai tempat saling menyerang keyakinan, “Baik sesama umat
Islam atau antar umat beragama,” ujarnya. Menurut Rully kekerasan simbolik atau
kekerasan verbal di media sosial, mampu menciptakan kekerasan fisik di
tengah-tengah masyarakat.
Penistaan agama, yang katanya hal yang lumrah
di negara maju karena demokrasinya telah dewasa, menurut Rully juga harus
dilihat kembali realitasnya, “Di negara-negara maju, ada gereja dibakar atau
umat Islam ditembaki saat beribadah, itu semua karena penistaan agama di media
sosial,” ujarnya. Untuk itu, ia meminta semua pihak dalam urusan agama, selalu
mawas diri, saling menghormati dan menghargai.
“Kita semua merasa keyakinannya adalah yang
paling benar, tapi kita juga memiliki kewajiban menciptakan suasana keberagaman
ini menjadi sejuk,” tuturnya.
Rully mengatakan esensi politik adalah
bagaimana menciptakan ruang, agar semua orang yang berbeda gaya hidup dan
pandangan bisa hidup berdampingan dengan damai, “Jadi politik itu bukan soal
cara berkuasa saja. Ada amanah untuk menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara
ini menjadi lebih berkualitas,” pungkasnya. (kim/tim liputan).
Editor : Heri