Diduga HGU Perusahaan Caplok Lahan Masyarakat, DPRD Ketapang Gelar RDPU

Editor: Redaksi author photo
Suasana Dengar Pendapat Di DPRD Kabupaten Ketapang


KALBARNEW.CO.ID (KETAPANG) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ketapang menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait persoalan hak guna usaha (HGU) dua anak perusahaan PT Bumitama Gunajaya Agro (BGA) Group yang masuk ke pemukiman   penduduk dan fasilitas umum.

 

Rapat ini menindaklanjuti permasalahan dua sertifikat HGU (SHGU) yang disebut peta horizontal dan vertikal. Dua SHGU itu ada pada PT. Inti Sawit Lestari (ISL) di Kecamatan Tumbang Titi. RDPU yang berlangsung di ruang rapat paripurna Kantor DPRD Ketapang itu dipimpin Ketua Komisi II DPRD Ketapang Uti Royden Top, Selasa, (08/03/2022).

 

“Dalam rapat ini kita ambil kesimpulan bahwa permasalahan antara masyarakat 12 desa dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang khususnya terkait dugaaan lahan di 12 desa tersebut masuk dalam peta 1991 yang Otomatis masuk dalam HGU,” kata Pimpinan Rapat, Uti Royden Top.

 

Uti Royden Top menjelaskan, dalam rapat itu, keputusan BPN Ketapang bahwa yang dilelang dari PT.BIG menjadi PT.BGA Group di dalamnya ada di wilayah 12 desa. Tapi PT.BGA tidak mengakui peta 1991 karena hasil lelang mereka mendapatkan peta situasi 1997.

 

Artinya di sini ada dua versi yakni peta 1991 dan 1997, kemudian BPN mengatakan yang sah adalah peta 1991, terhadap peta 1997 di luar sepengetahuan BPN. jadi kalau apa yang dikatakan BPN benar maka PT.BGA Group menanam di luar HGU mereka," kata Uti Royden Top, “

 

Ut Royden Top menyebut, terhadap BGA group menurut masyarakat di 12 desa selama ini memang tak pernah bermasalah dengan warga, Baik terhadap penyaluran CSR maupun perhatian terhadap masyarakat. Lantaran sangat membantu dan keterpurukan saat PT BIG tidak beroperasi. Tapi dalam hal ini bukan soal membantu masyarakat tapi legalitas HGU perusahaan itu. .

 

la Mengatakan agar permasalahan ini tidak berlarut larut, pihaknya akan  mendorong Pemerintah Kabupaten Ketapang dan pihak perusahaan  untuk mencari solusi atau jalan tengah agar tidak muncul konflik berkepanjangan.

 

Sampai kapanpun kalau ini tak ada solusi maka tetap akan bermasalah karena tetap ada dua versi peta tersebut.

 

Lebih lanjut, Uti Royden Top mengatakan, jika melihat dari peta yang  disampaikan BPN ketika rapat, ia melihat bahwa benar wilayah 12 desa itu masuk dalam HGU berdasarkan peta 1991.

 

“Jalan keluarnya tentu bagi yang merasa dirugikan silakan menempuh jalur hukum, Jadi kami tidak bisa mengatakan siapa benar atau salah terkait peta 1991 dan 1997, silakan untuk menempuh jalur hukum saja,” tutupnya. (Efyus).


Editor : Heri K

Share:
Komentar

Berita Terkini