Kapolda Kalbar resmikan penggunaan Gedung (RPK) |
Dalam sambutanya
Irjen Pol Dr. R. Sigid Tri Hardjanto mengatakan tujuan pembangunan gedung RPK
ini, yaitu untuk memberikan prioritas kepada anak dan perempuan.
“Maka pada
kegiatan ini, sengaja kami memberikan ruang berkreasi bagi adik-adik kita dari
SMP dan SMU Kemala Bhayangkari yang diasuh oleh ibu Kapolda Kalbar dan juga
dari kelompok disabilitas untuk turut andil dalam acara ini. Dan ini sebenarnya
wujud kepedulian kita pada mereka,” ungkapnya.
Kapolda
Kalbar Irjen Pol Dr. R. Sigid Tri Hardjanto menjelaskan Pembangunan gedung RPK
ini merupakan tindak lanjut program prioritas nasional Polri tahun 2021, yang
terdapat di Polda Kalbar pada program peningkatan sarana prasarana Polri.
Sementara
itu Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan,
Gedung RPK Perempuan dan Anak ini merupakan cita-cita Komnas perlindungan anak,
karena begitu banyaknya peristiwa pelanggaran terhadap anak-anak yang menjadi
korban trafficking dari berbagai daerah.
“Sementara
ruang khusus untuk memberikan perlindungan bagi korban masih belum cukup karena
hanya terfokus di beberapa tempat seperti Singkawang, Entikong itupun
pelayanannya sementara,” jelasnya.
Lanjutnya,
Sejarah ini patut untuk kita manfaatkan, bahwa jumlah kekerasan terhadap anak
terus meningkat. Hal ini tidak kita antisipasi makannya juga akan meningkat
terus, tentu akan kewalahan belum lagi kita bicara tentang perbudakan seks
melalui media online anak-anak terjebak di sana.
Sirait
berharap dengan begitu banyaknya jumlah anak-anak yang menjadi korban kejahatan
seksual adalah Kalimantan Barat, bagaimana kita membendung anak-anak kita
menjadi korban kejahatan seksual, dalam hal ini yang dilakukan oleh Polda
Kalimantan Barat dengan adil dan ini adalah kesempatan yang sangat luar biasa
untuk melindungi perempuan dan anak.
Selain itu,
Kepala Badan BP2MI RI Irjen Pol Achmad Kartiko juga mengatakan, perlu diakui
bahwa upaya pemerintah dalam mewujudkan perbaikan tata kelola perlindungan
pekerja migran, bukan hanya merupakan tugas pemerintah pusat namun juga tugas
dari pemerintah daerah ada pembagian wewenang antara pusat dan daerah bahkan
sampai dengan tingkat pemerintah Desa.
“Ada
beberapa permasalahan yang dialami oleh pekerja migran antara lain upah yang
rendah, upah yang tidak dibayar, kondisi yang eksploitatif, beban kerja yang
berat dan tidak ada hari libur serta mendapatkan kekerasan fisik dan psikis,”
ucapnya.
Bahwa
hak-hak dari pekerja migran tidak dilanggar kalau berangkatnya melalui jalur
ilegal atau non procedural, negara sangat susah untuk memberikan perlindungan
kepada para pekerja migran tersebut, dimaksudkan agar para pekerja migran dapat
terhindar dari korban kejahatan.
“Sehingga
perlu adanya kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan aparat desa,
pemerintah daerah, aparat penegak hukum, sistem pertidaksamaan pengadilan
imigrasi dan Kementrian serta Kementerian lembaga terkait untuk melakukan upaya
dan langkah-langkah nyata dalam mencegah terjadinya kejahatan terhadap Pekerja
migran,” ujar Achmad. (Sri/tim liputan).
Editor : Aan