Letkol Pnb Kamto Adi Saputra |
Media massa sebagai sumber informasi,
sarana pendidikan dan hiburan memberi pengaruh yang sangat penting dalam
menggiring opini masyarakat yang kemudian akan berdampak luas terhadap
stabilitas nasional.
Namun demikian saat ini perkembangan
teknologi ditambah dengan semakin gencarnya tuntutan demokrasi, khususnya
dalam hal kebebasan berpendapat, membuat mobilisasi opini
publik terhadap suatu hal yang berkembang di masyarakat menjadi
sangat cepat, bersifat online dan real time.
Kondisi ini sangat positif untuk
penyebaran informasi-informasi positif dan penting kepada publik bahkan
dalam lingkup dunia, karena informasi sudah tidak lagi terkendala waktu, jarak
maupun ruang dengan teknologi.
Bagai dua mata pisau teknologi juga
membuat media informasi (massa) menjadi alat propaganda yang sangat cepat dan
tak berbatas waktu dan ruang dalam menyebarkan berita negatif yang bahkan
mampu menggoyang stabilitas suatu negara.
Ancaman keamanan saat ini tidak hanya
dari sisi kekuatan militer. Kasus-kasus terorisme misalnya mampu digerakan
sekelompok kecil orang secara lintas negara dan mampu berdampak pada stabilitas
seluruh dunia.
Bentuk ancaman lainnya adalah
kriminalitas dunia maya dengan menyebarkan berita hoax dan menggiring pola
pikir warga negara yang kemudian menimbulkan ketidakstabilan politik, kerugian
secara ekonomis, atau bahkan menimbulkan kegaduhan bila bertentangan dengan
kondisi sosial budaya dan agama.
Dalam kasus lain, kebocoran data baik
secara sengaja maupun akibat pembobolan sistem informasi dapat digunakan untuk
menyerang suatu negara dari segi pertahanan dan keamanan.
Perkembangan dunia maya (cyber)
telah menciptakan suatu situasi yang tidak hanya mempermudah komunikasi
lintas batas negara, tetapi menciptakan medan pertempuran baru, dengan
serangan-serangan informasi menggunakan kanal-kanal media online maupun
media sosial yang ada.
Ancaman terhadap suatu negara tidak
lagi hanya berupa ancaman serangan fisik, melainkan juga melalui ancaman cyber yang
dapat menyerang infrastruktur strategis dan obyek vital nasional. Oleh
karena itu menjaga keamanan dalam perang cyber merupakan suatu hal yang wajib
dilakukan.
Institusi TNI sebagai salah satu
lembaga pemerintah yang bergerak dalam bidang pertahanan negara, tentunya akan
mendukung program-program yang dijalankan oleh pemerintah secara total.
Namun berkaca kepada “status” lembaga
negara yang satu ini sebagai lembaga negara yang netral dan tidak boleh
terlibat dalam politik praktis, institusi TNI pastinya memiliki metode-metode
tersendiri dalam menjalankan kebijakan pemerintah tanpa menyalahi kodratnya
sebagai lembaga negara yang tidak memiliki sikap keberpihakan kepada kubu atau
partai politik manapun.
Media sosial, baik cetak maupun
elektronik, dan yang saat ini sedang berkembang dengan sangat pesat seperti
twitter, instagram, facebook dan lain sebagainya sangat memiliki nilai
strategis terhadap pertahanan negara, baik kubu pemerintah maupun oposisi
saat ini gencar menyampaikan opini-opini dan program-program serta kritik,
saran dan masukan yang tentu saja menggiring opini masyarakat untuk mengikuti
dan mendukung apa yang dicanangkan oleh kedua belah pihak.
Pemerintah dengan program-programnya
yang tentu saja disesuaikan dengan program pembangunan berkelanjutan yang
terkenal dengan “Nawacita”-nya, sedangkan pihak-pihak “oposisi” juga terus
mengkritik pelaksanaan program pemerintah yang dirasa tidak merata dan hanya
menguntungkan pihak-pihak maupun lapisan masyarakat tertentu.
Hal ini dirasakan semakin masif karena
ditunjang dengan adanya kebebasan berpendapat yang disalahartikan dan cenderung
kebablasan.
Tentara Nasional Indonesia sebagai lembaga
negara yang memiliki tugas menjaga kedaulatan dan pertahanan negara kerap kali
mendapat fitnah dan selalu dipojokkan dengan opini-opini yang mendeskreditkan
institusi hanya karena mendukung dan menyebarluaskan serta membantu sosialisasi
program-program pemerintah.
Hal ini tentu saja akan menjadi perang
opini dimana sebagian masyarakat sudah mengerti dan memahami tugas pokok TNI,
namun di sisi lain ada sebagian masyarakat yang belum tahu, apalagi parahnya
malah menutup diri dan tidak mau tahu tentang hal ini akibat indoktrinasi
paham-paham radikal yang sengaja disebarkan oleh beberapa golongan yang tidak
puas dengan pemerintahan yang sah saat ini.
Kebebasan berpendapat yang cenderung
“kebablasan” ini tumbuh subur karena kecenderungan masyarakat saat ini yang
kurang peduli dan tidak mau menelaah lebih dalam atas suatu hal atau berita
yang berkembang, ditambah lagi dengan beberapa media yang “disetting” untuk
menyuarakan kritik terhadap pemerintah dengan judul yang demikian bombastis,
tentunya akan memancing masyarakat untuk meneruskan atau istilah kerennya “memforward”
berita tersebut tanpa membaca isinya terlebih dahulu.
Hal ini tentunya akan menimbulkan
kerugian dan mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,
parahnya lagi dapat menimbulkan gejolak di masyarakat yang jika tidak segera
diantisipasi dan ditindaklanjuti akan menimbulkan gerakan-gerakan anti
pemerintah yang tentunya mengancam stabilitas pertahanan negara.
Hal ini sudah menjadi perhatian para
pimpinan di lembaga keamanan dan pertahanan negara baik TNI maupun Kepolisian
dengan dibentuknya satuan khusus yang menangani media sosial terutama
aplikasi-aplikasi yang ditenggarai berpotensi besar dalam menyabarkan
berita-berita fitnah (hoax) dan indoktrinasi paham-paham radikal yang berkembang
di masyarakat yang disebarkan melalui basis suku, agama, ras dan antar
golongan.
Tim ini bertugas menyuarakan dan
mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah bekerjasama dengan kementrian
dan lembaga negara lainnya tanpa menampikkan statusnya sebagai institusi negara
yang netral dan tidak ikut berpolitik praktis, karena pada dasarnya TNI-Polri
merupakan lembaga negara yang mengikuti kebijakan pemerintah berdasarkan
politik negara.
Di samping itu penggunaan media sosial
di kalangan TNI-Polri juga bertujuan untuk mengenalkan institusi TNI-Polri
dalam rangka penggalangan serta pengenalan kepada masyarakat tentang institusi
yang mungkin bagi sebagian masyarakat terutama yang di pelosok merupakan
institusi atau lembaga yang eksklusif dan sulit digapai oleh cita-cita generasi
muda mereka.
Hal inilah yang perlu diluruskan
sehingga diharapkan ke depan, masyarakat lebih mengenal institusi TNI-Polri dan
memiliki gambaran tentang bagaimana institusi tersebut mendukung segala
kebijakan pemerintah serta mengubah deskripsi tentang institusi yang sangar,
tegas dan jauh dari masyarakat menjadi institusi negara yang dekat dengan
masyarakat, ramah tanpa meninggalkan ketegasannya serta humanis dan
merakyat.
Di sisi lain dalam konteks regulasi,
keterlibatan TNI dan Polri dalam bermedia sosial tetap harus mematuhi
rambu-rambu keterbukaan informasi publik yang diatur oleh Undang-Undang
Nomer 14 Tahun 2008. Dalam undang-undang tersebut terdapat pengecualian
informasi yang dapat diakses publik, yaitu jika menyangkut informasi pertahanan
tidak diperkenankan dibuka untuk publik.
Media adalah mediator terbaik antara
pemerintah dan masyarakatnya. Media berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan berbagai pemangku kepentingan dalam sebuah negara. Karena itu
peran media massa termasuk media online menjadi sangat
penting.
Pemerintah tentunya mengharapkan
dukungan dari media sebagai penyambung lidah dan penyampai kebijakan-kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah agar dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat
baik di perkotaan.
Masyarakat tentunya ingin tahu apa saja
program dan kebijakan pemerintah yang telah, sedang dan akan dilaksanakan.
Demikian pula, pemerintah menginginkan masyarakat mengetahui berbagai program
yang dilakukan oleh pemerintah sehingga dengan adanya media ini, masyarakat
dapat mendukung dan ikut memberikan kontribusi kepada program-program yang
dijalankan oleh pemerintah. (tim liputan).
Editor : Taufik