Kepala BNN, Dr. Petrus Reinhard Golose |
KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Badan Narkotika Nasional (BNN) menggelar Rapat Koordinasi secara virtual dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas bersama stakeholder pelayanan rehabilitasi dengan tema “Optimalisasi Rehabilitasi dan Proses Tim Asesment Terpadu”, pada Selasa (27/7) lalu.
Melalui
Rakor ini diharapkan terciptanya persamaan persepsi antara BNN dan para
stakeholder guna menentukan langkah strategis antar kementerian/lembaga terkait
dalam menanggulangi permasalahan rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan
Narkoba.
Dengan
demikian dapat terjalin koordinasi antara aparat penegak hukum dan Kementerian
PPN/Bappenas selaku pengkaji dan perumus kebijakan perencanaan pembangunan
untuk selanjutnya mendapatkan dukungan strategis dalam melaksanakan Pencegahan
dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan peredaran Gelap Narkoba (P4GN) sesuai dengan
amanat UU No. 35 Tahun 2009.
Seperti
diketahui bahwa Narkoba sebagai senjata pemusnah masal berpotensi menyebabkan
hilangnya generasi penerus bangsa (lost generation). Hal ini tentu bertentangan
dengan prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam hal pembangunan sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas.
Ancaman
Narkoba terhadap tumbuh kembang SDM di Indonesia sangat berpengaruh terhadap
pembangunan bangsa dan negara. Oleh karena itu startegi penanganan permasalahan
Narkoba harus seimbang dilakukan antara strategi hard power approach, soft
power approach, dan smart power approach.
Penanganan
kasus Narkoba harus dapat menekan dan mencegah penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkoba dengan berupaya mengurangi indeks prevalensi penyalahgunaan
Narkoba.
Dalam
kesempatan tersebut, Kepala BNN, Dr. Petrus Reinhard Golose, mengatakan bahwa
angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba saat ini mencapai 1,8% atau 3,41 juta
jiwa, sedangkan ketersediaan layanan rehabilitasi baru dapat mengakomodasi
10,5% pecandu atau penyalahguna Narkoba dari masyarakat yang membutuhkan.
Namun, ketersediaan layanan rehabilitasi bagi pecandu atau korban
penyalahgunaan Narkoba yang ideal adalah sebanyak 18% s.d. 22%.
Lebih lanjut
Kepala BNN menyampaikan bahwa rehabilitasi merupakan opsi yang harus diutamakan
untuk memulihkan pecandu dan korban penyalahgunaan Narkoba serta menyelamatkan
generasi mendatang dari ancaman penyalahgunaan Narkotika.
“Isu sosiologis
yang saat ini berkembang terkait kasus Narkoba adalah pelaksanaan rehabiltasi
yang belum optimal, selain itu pandangan di masyarakat bahwa rehabilitasi
adalah kebijakan tebang pilih, dimana hal ini bertentangan dengan kebijakan
negara yang diamanatkan melalui UU No. 35 Tahun 2009”, ujar Kepala BNN.
Kepala BNN
berharap dengan memprioritaskan pelaksanaan rehabilitasi dan optimalisasi
layanan rehabilitasi sebagai salah satu program prioritas pemerintah dalam
mendukung pembangunan SDM, dapat berdampak signifikan bagi penanganan permasalahan
Narkoba di Indonesia.
Sementara
itu, Menteri PPN/Bappenas, Suharso Monoarfa, yang turut hadir dalam rapat
virtual tersebut menyadari bahwa pandemi Covid-19 tidak sama sekali menyurutkan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Ia melihat bahaya yang luar biasa
jika hal ini dibiarkan. Namun Ia juga menyadari keterbatasan yang dimiliki oleh
BNN.
“Saya paham
BNN sangat terbatas sekali dalam menjangkau titik-titik yang sulit dijangkau.
Bappenas juga sedang berpikir keras untuk mengupayakan hal tersebut, semoga
(dapat terlaksana) setelah tekanan pandemi berkurang”, imbuh Menteri Suharso.
Dalam
kesempatan tersebut, Ia juga memberikan apresiasi dan dukungannya terhadap
capaian kinerja BNN dan para stakeholder dalam pelaksanaan program P4GN yang
sudah berjalan dan yang akan dirumuskan untuk kedepannya dalam Rakor ini. (DND/biro
humas dan protokol BNN RI).
Editor : Aan