KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Di salah satu sisi lain Kota Pontianak, pada persimpangan Jalan Jenderal Urip Sumphardjo (tempo doeloe Landraad Weg), terdapat ruas Jalan AR Hakim (masa lampau Francis Weg).
Jalan AR
Hakim ini lumayan lebar dan panjang, berada di sisi bangunan Matahari Mall
Pontianak.
Jalan ini
seharusnya dapat dilintasi pada dua arah berlawanan yang dibatasi garis
pembatas.
Namun hampir
beberapa lama ini hanya untuk satu jalur, kendaraan melintasi dari Jalan Urip
ke Jalan AR Hakim saja, tapi tidak sebaliknya.
Pembatas
satu arah ini pada perempatan Jalan AR Hakim dengan Jl RA Kartini (mulanya Kerkhof Weg) dan bersimpangan ke arah Jl
Patimura yang seawalnya De Steurs Weg.
Kawasan ini
semua masih asri dengan bangunan dan penataan ala kolonial penghujung abad XIX
sampai akhir abad XX.
Khusus Jl AR
Hakim yang hanya untuk satu jalur lintasan, semestinya dapat dua arah masuk dan
keluar, kini hanya satu arah.
Menilik
sebab musebabnya, mungkin kepentingan parkir kendaraan roda dua pengunjung
Matahari Mall Pontianak yang sudah menggunakan satu ruas lintasan, sehingga
lalu lintas umum keluar-masuk diharuskan cukup untuk satu kalur saja.
Memang dapat
dimaklumi, namun tidaklah semestinya harus demikian.
Jika alasan
faktor kepadatan lalu lintas, rasanya belum cukup padat. Tapi, tersebab satu
ruas untuk kepentingan parkir sepmor tadi, jadi lain persoalan.
Begitulah
kondisi lalu lintas di kota yang Oktober nanti berumur dua setengah abad ini.
Itu baru di
Jl AR Hakim, belum lagi di ruas jalan lainnya. Semisal Jl H Rais A Rahman, masa
bahaula Kakap Weg, di kawasan Sungai Jawi.
Terutama di
bulan puasa, ruas jalan terbilang panjang ini, kerap mengalami kemacetan.
Banyak faktor tentunya, kasat mata karena proses jual beli pasar juadah tahunan
di tepi jalan.
Belum lagi
di beberapa titik ada sales promo girl yang menawarkan melalui selebaran produk
handphone atau kendaraan roda dua.
Begitulah
pemandangan umum di sudut lain kota ini.
Entah sadar
ataukah sengaja abai, kendaraan banyak roda kafasitas besar, kadang konvoi melintasi
ruas Jalan Tanjungpura.
Tak khayal,
penghuni bangunan tua serasa tengah di kondisi gempa karena hentakan ban
besarnya.
Semogalah
pihak-pihak berkepentingan dalam menegakkan disiplin lalu lintas, maupun para
pengamat kepentingan publik, berbaik hati untuk lebih meningkatkan
pendisiplinannya.
Lucu memang,
saat pandemi covid 19 masih melanda, bahkan sampai saat ini, pemerintah
meneriakkan disiplin untuk keselatamatan, konon kaffe dan serupanya semakin ramai
pengunjung di malam hari.
Bahkan ruas
Jl Merdeka Timur (zaman kolonial Palmenlaan Weg) pengendara harus pandai-pandai
ambil posisi di malam hari, karena di kiri kanan jalan bertaburan parkir
kendaraan roda dua bahkan juga empat yang mengunjungi penganan tahunan sotong
pangkong.
Semogalah
orang berpikir cerita pandangan mata tadi, meski memang di Pontianak, seakan
ini sedang bukan di Pontianak.
Penulis :
Safrudin Daeng Usman