KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Pengamat hukum Kalimantan Barat Herman Hofi Munawar turut memberikan komentar atas penggagalan penyelundupan rotan ilegal sebanyak 100 ton yang baru saja dilakukan oleh tim gabungan Bea dan Cukai baru-baru ini.
Menurut
Herman, kejadian itu menunjukkan lemahnya pengawasan oleh aparat di jalur
perairan sehingga sangat rawan menjadi lokasi penyelundupan.
"Ini
menunjukkan lemahnya pengawasan kita. Sebenarnya instrumen kita sudah ada. Kita
punya Badan Keamanan Laut atau Bakamla. Kemudian di sungai kita punya
Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud). Jadi sebetulnya sudah banyak
instrumen pengawasan. Hanya tinggal optimalisasi pengawasan saja. Mungkin kuantitas
atau jumlah yang relatif kecil kalau dibandingkan dengan ruang yang harus
diawasi. Kita kan sebagian besar air, harusnya keamanan laut harus
ditingkatkan. Saya pikir itu yang sangat penting sekali," kata Herman.
Selain
lemahnya pengawasan, Herman menilai seringnya terjadi penyelundupan melalui
jalur air karena lemahnya koordinasi antarinstansi terkait. Ia menyebut
instansi pemerintah yang berwenang menangani wilayah perairan lebih banyak
berjalan sendiri-sendiri tanpa pernah berkoordinasi dan melakukan sinkronisasi
program.
Di samping
itu, instansi terkait juga lebih disibukkan dengan kegiatan-kegiatan rutin
tanpa pernah memikirkan aksi konkret untuk meningkatkan pengawasan supaya
penyelundupan tidak kembali terjadi.
"Sehingga
ini perlu adanya sinkronisasi dan koordinasi. Saya melihat kita ini sangat
lemah dalam koordinasi. Instansi kita banyak yang berjalan sendiri-sendiri
tanpa ada koordinasi dan sinkronisasi dan tidak punya program aksi yang lebih
konkret. Yang ada hanya rutinitas-rutinitas saja tanpa ada evaluasi secara
komprehensif sehingga betul-betul progres dalam rangka pengawasan ini lebih
ditingkatkan," jelasnya.
Herman
mengatakan bahwa kejadian ini harus menjadi perhatian bersama agar tidak
terulang di kemudian hari. Ia turut mengingatkan pemerintah daerah agar
menjadikan kejadian ini sebagai alarm karena bukan hal mustahil rotan-rotan dan
hasil alam lain yang berasal dari Kalbar juga akan diselundupkan pula ke negara
lain.
"Mestinya
ini bukan persoalan kepabeanan saja. Ini adalah persoalan pemerintah daerah.
Walaupun rotan itu bukan datang dari Kalbar, tetapi ini merupakan starting
point. Harus jadi titik sentral untuk memiikirkan lebih lanjut bahwa di wilayah
Kalbar ini juga banyak yang diselundupkan, baik melalui air maupun darat,"
ujarnya.
Terkait
dengan pengawasan, Herman meminta aparat untuk tidak memusatkan perhatian pada
pelabuhan-pelabuhan resmi semata. Pengawasan terhadap pelabuhan-pelabuhan tikus
dinilai Herman juga perlu dilakukan. Bahkan kata dia, pengawasan di pelabuhan
tikus perlu diperketat karena lokasi pelabuhan nonformal itu dinilainya sangat
rawan menjadi pintu penyelundupan.
Luasnya
wilayah perairan Indonesia dikatakan Herman membuat potensi penyelundupan juga
semakin besar. Oleh sebab itu, diperlukan pemetaan secara komprehensif terhadap
lokasi-lokasi yang kerap terjadi penyelundupan.
"Banyak
sekali pelabuhan tikus makanya perlu pemetaan secara komprehensif. Pemerintah
daerah itu kan tahu mana pelabuhan tikus mana yang bukan. Tidak mungkin
pemerintah tidak bisa menguasai wilayahnya. Dinas perhubungan kita punya dan
lain sebagainya kita punya. Kenapa tidak disinkronkan dengan mengoordinasikan
dengan Bakamla dan instansi lain sehingga ada penguatan dalam melakukan pengawasan.
Saya pikir Bakamla lebih pahamlah bagaimana memetakan tempat-tempat yang memang
ada kecenderungan ada penyelundupan di situ. Kalau begini terus, saya bisa
pastikan penyelundupan akan luar biasa. Ini sebenarnya sudah terjadi sih
sebenarnya cuma tidak terekspos saja," tandasnya. (na/tim liputan).
Editor : Aan