Kabupaten Kubu Raya Daerah Ketiga Nasional Penggunaan Anggaran Berbasis Ekologi

Editor: Redaksi author photo

KALBARNEWS.CO.ID (KUBU RAYA) – Kabupaten Kubu Raya kian “menanjak” dengan diterapkannya skema Transfer Anggaran Kabupaten berbasis Ekologi (TAKE). Skema TAKE adalah formulasi untuk Alokasi Dana Desa (ADD), di mana dialokasikan anggaran untuk kegiatan yang berbasis ekologis. Yaitu berbasis pada kinerja lingkungan hidup dan kehutanan.

Singkatnya, skema ini mendorong pemerintah desa untuk menjaga kawasan hutan di wilayahnya. Di mana kriteria kinerja lingkungan hidup ini nantinya akan diukur dan berpengaruh pada besaran transfer ADD dari kabupaten ke desa.

Hal itu disampaikan Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan, Muda mngatakan Istimewanya, Kubu Raya menjadi daerah ketiga secara nasional setelah Jayapura di Papua dan Nunukan di Kalimantan Utara yang menerapkan skema anggaran ini. Dengan skema ini, pemerintah desa akan mendapatkan ganjaran atas kinerja baiknya dalam mengelola lingkungan hidup, kelembagaan desa, dan pengelolaan keuangan desa.

Keberhasilan penerapan skema anggaran ini merupakan hasil dari “kepung bakul” JARI Indonesia Borneo Barat bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Kubu Raya  dengan dukungan The Asia Foundation (TAF).

Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan mengatakan penerapan skema anggaran TAKE merupakan bentuk komitmen Pemerintah Kabupaten Kubu Raya terhadap desa. Apalagi wilayah Kubu Raya memiliki sebaran desa dengan hutan yang luas. Menurut dia, hutan tersebut harus dikelola secara berkelanjutan. Sebab di dalamnya terdapat berbagai macam spesies endemik yang sangat bernilai.

“Itu harus dikelola secara berkelanjutan dari mulai rumah tangga. Kita mengejar ekonomi, investasi boleh masuk, tetapi lingkungan tetap harus kita jaga. Kawasan hutan mangrove kita juga terluas di Kalimantan,” ujarnya.

Ia mengatakan selain menjaga kelestarian lingkungan, skema ini juga diharapkan mampu memperkuat ekowisata dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah di Kubu Raya. Sebab Kubu Raya punya posisi strategis dan potensi pengembangan wisata.

“Terus berdayakan UMKM. Misalnya kotak kue dan kotak nasi kini memakai besek. Pakai nipah, keladi air, dan serat alam lainnya. Ini dalam rangka uangnya tidak lari keluar. Kembali lagi ke ibu-ibu,” jelasnya.

Menurut dia, skema TAKE merupakan langkah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat desa dalam memaksimalkan program-program kegiatan pelestarian sumber daya alam. Terlebih skema ini bisa mengukur pemanfaatan sumber daya alam dan memperkuat Badan usaha Milik Desa serta potensi wisata desa di Kubu Raya.

“Semoga skema TAKE di dalam tata kelola keuangan desa di Kubu Raya mulai tahun 2021 ini, kita semua dapat melaksanakannya dan konsisten untuk hal yang lebih baik ke depannya dalam merawat kelestarian hutan dan lingkungan kita,” harapnya.

Kepala Bidang Keuangan dan Aset Desa DPMD Kabupaten Kubu Raya, Rini Kurnia Solihat, mengatakan skema perhitungan TAKE ini nantinya akan ada di dalam peraturan bupati di mana pengalokasiannya sebesar tiga persen dari hasil reformula ADD tahun anggaran 2021. Secara rinci, TAKE akan dibagi dalam empat alokasi yakni alokasi dasar, formula, afirmasi, dan kinerja.

“Tapi sebelumnya ADD tersebut dikurangi lebih dulu dananya untuk membiayai alokasi wajib yang digunakan untuk membayar penghasilan tetap dan tunjangan aparat desa, insentif kepada RT dan RW, tunjangan BPD, dan bantuan operasional lainnya,” terangnya.

Direktur JARI Indonesia Borneo Barat Firdaus merincikan alokasi kinerja dalam TAKE Kubu Raya. Ia menyebut hal itu  disusun berdasarkan Indeks TAKE per desa yang terdiri atas tiga indikator. Pertama, kinerja desa dalam pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam yang menilai pengelolaan perhutanan sosial, pemanfaatan lahan desa non hutan berkelanjutan, dan pengelolaan persampahan serta pengembangan bank sampah.

Kedua, kinerja desa dalam pengembangan usaha ekonomi masyarakat yang menilai kinerja BUMDes khususnya kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Desa dan pengembangan desa wisata. Ketiga, kinerja desa dalam pengelolaan keuangan desa yang menilai ketepatan waktu penyusunan APBDes, penyampaian laporan pertanggungjawaban desa, dan kecepatan dalam penyaluran atau penggunaan dana desa.

“Dengan memasukkan alokasi kinerja dalam pengalokasian ADD, diharapkan pemerintah desa bisa berkompetisi untuk memperkuat kemandirian desa dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan,” tuturnya.

Firdaus mengatakan skema TAKE diperuntukkan bagi desa yang memiliki izin perhutanan sosial untuk mendapat insentif. Namun bagi desa yang tidak punya kawasan hutan tetap mendapatkan insentif. Yaitu melalui pengelolaan sampah dan bank sampah serta insentif untuk desa yang mendorong tata kelola keuangan desa yang akuntabel.

“Diharapkan dengan skema TAKE ini akan memancing kompetisi di antara desa agar berkinerja lebih baik terutama dalam mengelola lingkungan yang berkelanjutan,” harapnya. (tim liputan).

Editor : Heri K

Share:
Komentar

Berita Terkini