KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Asia Tenggara dan negara-negara anggota ASEAN memiliki arti penting bagi Republik Korea atau Korea Selatan. Hubungan Korea Selatan dengan kawasan ini dimulai pertama kali melalui ASEAN-ROK Partnership Dialogue yang diselenggarakan November 1989.
Kualitas hubungan itu meningkat dari tahun ke
tahun dan semakin signifikan setelah dalam kunjungan ke Jakarta di bulan
November 2017 Presiden Moon Jaein mengumumkan kebijakan baru yang diberi nama
New Southern Policy (NSP).
Dengan kebijakan ini, Korea Selatan ingin
meningkatkan kualitas hubungannya dengan India dan Asia Tenggara sehingga
memiliki kualitas yang sama seperti hubungan Korea Selatan dengan mitra
tradisional mereka yakni Republik Rakyat China, Jepang, Amerika Serikat, dan
Federasi Rusia.
Demikian antara lain dikatakan Kepala Misi
Korea Selatan untuk ASEAN, Dutabesar Lim Sungnam, ketika memberikan sambutan
dalam webinar internasional bertema “ASEAN-Korea Cooperation Upgrade, Focusing
on the New Southern Policy” yang diselenggarakan oleh Kantor Berita Politik
RMOL, pada Kamis (26/11).
Selain dirinya, sambutan juga diberikan oleh
Dutabesar Indonesia untuk Korea Selatan, Umar Hadi, yang berbicara dari Seoul,
dan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof.
Amany Lubis.
“Indonesia selalu menjadi panggung utama
(center stage) NSP. Jakarta, dimana Sekretariat ASEAN berada, merupakan Ibukota
ASEAN. Bukan sebuah kebetulan, Presiden Moon Jaein mendeklarasikan NSP di Jakarta
tiga tahun lalu,” ujarnya.
Dia menambahkan, NSP berhasil meletakkan
dasar yang lebih kokoh untuk kemitraan ASEAN dan Korea Selatan.
Sebagai contoh, tahun lalu volume perdagangan
ASEAN dan Korea Selatan tercatat lebih dari 150 miliar dolar AS. Korea Selatan
menjadi partner dagang terbesar kelima bagi ASEAN, sementara ASEAN adalah
parner dagang terbesar kedua bagi Korea Selatan.
Sementara pekan lalu, dalam ASEAN-ROK Summit
ke-21, Presiden Moon Jaein mengumumkan NSP Plus yang fokus pada tujuh
bidang. Enam di antaranya adalah
pengembangan SDM, pertukaran kebudayaan , perdagangan dan investasi,
pembangunan kawasan pedesaan dan perkotaan, industri masa depan, dan keamanan
non-tradisional.
Serta satu bidang lainnya adalah pelayanan
kesehatan terkait dengan penyebaran pandemi Covid-19 yang harus dihadapi
bersama masyarakat dunia.
Dubes Lim Sungnam mengutip satu pepatah dalam
bahasa Indonesia yang berbunyi, “berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing”
untuk menggambarkan arti penting kerjasama kedua kawasan dalam menghadapi
pandemi Covid-19.
Partner Terbesar Dalam Waktu Dekat
Dubes Indonesia untuk Korea Selatan, Umar
Hadi, dalam sambutannya menyampaikan optimisme bahwa dalam waktu dekat ASEAN
dapat menjadi partner terbesar Korea Selatan.
Setidaknya, keyakinan dan optimismenya itu
didukung oleh tiga unsur yang saling melengkapi (compatibility) antara Korea
Selatan dan ASEAN.
“Pertama, kompatibilitas di bidang sumber
daya. ASEAN dan Korea Selatan memiliki semua sumber yang dibutuhkan untuk
membangun rantai nilai (chain values) kita sendiri. Dari sumber daya alam,
sumber daya manusia, sampai kapital dan teknologi,” ujarnya.
Kedua, adalah kompatibilitas demografi. Kedua
kawasan, sebutnya, berada pada waktu yang tepat untuk menciptakan solusi atas
isu aging society di Korea Selatan, dan di saat bersamaan isu penciptaan
lapangan kerja untuk anak-anak muda ASEAN.
Sementara kesamaan ketiga, masih kata Dubes
Umar Hadi, adalah visi transformasi yang dimiliki pemimpin-pemimpin ASEAN dan
Korea Selatan.
“Saya yakin tahun 2020 akan dikenang tidak
hanya karena pandemi global Covid-19 dan penderitaan yang dibawanya untuk
banyak orang, tetapi yang lebih penting (tahun 2020) akan dikenang sebagai
fajar bagi transofrmasi besar,” katanya lagi.
Dubes Umar Hadi mengingatkan, bahwa faktor
pendorong utama ke arah transformasi besar ini adalah inovasi. Hubungan ASEAN
dan Korea Selatan yang lebih dekat, sambungnya, akan menciptakan kekuatan baru
inovasi dan teknologi.
Memperkuat Kerjasama di Era Pandemi
Adapun Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Prof. Amany Lubis, dalam sambutannya menekankan arti penting kerjasama
kawasan di era pandemi Covid-19.
Selain itu, ASEAN dan Korea Selatan juga
perlu mengedepankan pendekatan keamanan dan perdamaian di tengah ketegangan
yang masih kerap terjadi di perairan Laut China Selatan.
“Kami siap menjadi bagian dari kerjasama ini.
Kita memiliki kepentingan bersama dalam mengembangkan kerjasama yang lebih kuat
karena pandemi membutuhkan kemitraan regional yang semakin kuat,” ujarnya.
“ASEAN dan Korea Selatan tertantang untuk
menjalin kerjasama menghadapi ketegangan antara China dan Amerika,” sambungnya
sambil menambahkan, perang dagang di antara kedua raksasa dunia itu juga
berpotensi menciptakan krisis ekonomi.
Webinar internasional yang berlangsung selama
hampir enam jam itu dibagi dalam tiga tema besar, “Progress and Outcome of the
NSP”, “ASEAN’s Expectation and New
Projects
from the NSP Under the US-China Conflict and
Covid-19’,
dan “Advises
to Upgrade the Cooperation in the NSP”.
Webinar diikuti tidak kurang dari 250 peserta
yang banyak di antaranya adalah mahasiswa jurusan hubungan internasional dari
sejumlah universitas seperti Universitas Padjadjaran, UIN Syarif Hidayatullah,
dan Universitas Jenderal Achmad Yani.
Pembicara-pembicara yang hadir adalah
Direktur Urusan Asia Timur dan Pasifik Kemlu RI Santo Darmosumarto, Minister
Counselor Misi Korea Selatan untuk ASEAN Yoo Sanguk, Rektor Unjani Prof.
Hikmahanto Juwana, dosen President University Teuku Rezasyah, dosen UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Ali An Sungeun dan Badrus Sholeh, peneliti Center for
Strategic and International Studies (CSIS) Andrew W. Mantong, dan peneliti
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nanto Sriyanto.[tim liputan].
Editor : Aan