KALBARNEWS.CO.ID
(JAKARTA) - Dewan Kehormatan PWI Pusat kembali
mengingatkan pentingnya wartawan memiliki kompetensi dan mematuhi Kode Etik
Jurnalistik, hal itu disampaikan Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat, Ilham
Bintang dalam zoom meeting anggota Dewan Kehormatan PWI.
"Kami
prihatin dengan banyaknya kekeliruan pemberitaan dan pelanggaran kode etik
jurnalistik sehingga menurunkan kredibilitas media berbagai platform",
kata Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang.
Hadir dalam
rapat tersebut Sekretaris DK PWI Sasongko Tedjo, anggota Suryopratomo, Asro Kamal
Rokan, Rossiana Silalahi, Tri Agung Kristanto, Teguh Santosa dan Raja Pane.
Dalam
pertemuan secara daring tersebut disoroti kasus pemanggilan terhadap 27
pengelola media online dan media elektronik oleh Dewan Pers, terkait kekeliruan
dalam melaporkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN ) Jakarta.
Putusan PTUN
Jakarta tertanggal 3 Juni terkait gugatan terhadap kebijakan pemerintah yang
memperlambat dan memutus hubungan internet di Papua dan Papua Barat pada masa
krisis Papua periode Agustus - September 2019. Gugatan tersebut dikabulkan
karena majelis hakim menyatakan tindakan pemerintah tersebut melanggar hukum.
Sejumlah
media siber segera mengunggah berita dengan menyebutkan PTUN perintahkan Jokowi
minta maaf atas pemblokiran internet Papua. Padahal itu tidak ada dalam putusan
majelis hakim.
Ilham
Bintang mengatakan itu bukan kategori hoaks namun kekeliruan pemberitaan akibat
wartawan tidak melakukan cek dan ricek atau klarifikasi secara akurat.
"Memang
termasuk juga pelanggaran kode etik", ujarnya.
Walaupun
Dewan Pers hanya sebatas memberikan sanksi teguran namun sanksi merosotnya
kredibilitas terhadap media justru lebih berat dirasakan. Walaupun di sisi lain
DK juga menyoroti sistem administrasi peradilan, khususnya PTUN Jakarta, yang
tidak diperbarui sesuai perkembangan perkara itu. Juga lambatnya proses
penyampaian salinan putusan kepada pihak pihak yang berperkara. Padahal,
putusan dan proses administrasi di pengadilan itu menjadi sumber utama
pemberitaan media.
Selain
masalah kurangnya kompetensi dan penaatan kode etik jurnalistik, Dewan
Kehormatan PWI Pusat juga menyoroti berbagai persoalan yang dihadapi wartawan,
khususnya cara kerja, model bisnis yang berkembang di dunia media saat ini dan
kekuranglengkapan informasi yang diberikan narasumber.
Kasus
kekeliruan pemberitaan terkait kegiatan Presiden Jokowi di Bekasi yang
diberitakan akan membuka kembali mal juga mendapatkan sorotan masyarakat.
Kondisi ini
diperburuk oleh perilaku baru wartawan yang bahkan menjadi model bisnis dari
sejumlah media khususnya media siber.
Model
kloning atau juga disebut multi level quotes jelas merupakan praktek
jurnalistik yang keliru dan mengabaikan persoalan siapa yang bertanggung jawab
atas berita yang sudah menyebar luas.
Model bisnis
dengan kolaborasi juga memunculkan fenomena tidak sehat dalam konteks
profesionalisme media dan wartawan. Di sisi lain saat ini berkembang model
bisnis yang menjadikan media siber di daerah sebagai penyedia konten atau
content produser bagi media siber di Jakarta. Praktek ini berbeda dengan kantor
berita yang selalu disebutkan sebagai sumber sehingga jelas siapa yang
bertanggung jawab.
Ilham
Bintang menegaskan bahwa semua itu belum dijangkau oleh Undang Undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers dan kalau tidak segera diantisipasi bisa merugikan
kredibilitas wartawan maupun media. Sementara praktek jurnalisme yang
profesional dan taat kode etik makin diabaikan. (tim liputan).
Editor : Edi
S