Gerakan Gemar Membaca Bisa Menjadi Solusi Di Kalangan Masyarakat Literasi

Editor: Redaksi author photo
Peringatan Hari Buku Nasional, Gemar membaca bisa jadi Solusi (*)

KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) - Hari Buku Nasional merupakan sebuah perayaan untuk memperingati pentingnya budaya membaca. Setiap tahunnya, perayaan ini diperingati tepat pada 17 Mei.

Peringatan Hari Buku Nasional (Harbuknas) telah dimulai sejak 2002. Menteri Pendidikan kala itu, Abdul Malik Fadjar, adalah orang yang pertama kali mencetuskan hari peringatan tersebut.

Dalam pengesahan Hari Buku Nasional itu banyak dari elemen masyarakat, khususnya kelompok pecinta buku yang mendorong terbentuknya hari peringatan tersebut.

Pada peringatan Harbuknas kali ini, Ketua IGI Kalbar, Dodi Iswanto, M.Pd., berkesempatan untuk menyampaikan terkait efektifitas implementasi gerakan gemar membaca yang sering digaungkan oleh berbagai pihak, terutama di kalangan Masyarakat Literasi.

"Tahun 2000, pada saat pertama kali Indonesia mengikuti tes PISA dari OECD, dipereloh skor literasi membaca 371. Pada tahun 2018, Indonesia kembali ikut andil dalam tes yang sama dan kembali memperoleh skor membaca dari PISA sebesar 371. Selama 18 tahun berlalu, posisi Indonesia tidak pernah berada di atas standar negara-negara OECD. Pernah naik sedikit, lalu turun ke titik awal lagi," ujarnya.

Dodi membeberkan, nilai ini merupakan tamparan hebat, seolah-olah menghakimi kita bahwa semua uang yang dianggarkan untuk pendidikan menguap percuma. Hal ini dibuktikan dengan peringkat PISA kita tidak membaik sama sekali.

"Apakah programnya yang tidak tepat sasaran atau memang alat tesnya yang tidak mengukur di tempat yang tepat. Sulit untuk menghakimi alat tes tersebut, karena tentu saja valid dan reliabel. Dan kalau tempat tesnya tidak tepat, jogya, Jakarta dan Bali, jadi tempat mengujinya. Apakah artinya skor membaca rendah masyarakat kita tidak gemar membaca?," sergahnya.

Dodi melanjutkan, banyak buku yang dibaca tidak ada hubungannya dengan meningkatkan skor membaca PISA, jika buku yang di baca tersebut tidak mampu untuk dimaknai.

"Skor membaca rendah karena kemampuan membaca pada level HOTS masih rendah, artinya siswa kita tidak mampu berpikir kritis, kreatif, mengkomunikasikan, mengkolaborasikan dan percaya diri dari hal yang ia baca," terangnya.

Dodi menyatakan bahwa gerakan gemar membaca bisa menjadi solusi percepatan dan peningkatan posisi kita pada skor membaca, jika gemar membaca tersebut di lengkapi dengan esensi pembelajaran yang bermakna, dalam menggali dan membiasakan siswa untuk terus berpikir pada level HOTS.

"Tapi kalau gemar membaca dan buku yang dibaca hanya sampai di kepala sendiri tanpa dikomunikasikan, didiskusikan dan dituliskan kembali pengalaman membaca buku tersebut dalam bentuk frasa atau karya lainnya, maka gerakan gemar membaca akan tetap menjadi sebuah program bukan kebiasaan yang mendarah daging," pungkasnya. [ben/tim liputan]

Editor : Aan

Share:
Komentar

Berita Terkini