Pontianak (Kalbarnews.co.id)
– Kepala Pusat
Laboratoriun Narkotika BNN-RI, Mufti Djusnir menegaskan bahwa daun kratom
(Mitragyna speciosa) akan dilarang digunakan dalam suplemen makanan dan obat
tradisional.
Hal tersebut disampaikan saat memaparkan materi pada kegiatan
Focus Group Discussion tentang Tanaman Kratom Antara Kepala BNN-RI dengan
Forkopimda Kalbar di Hotel Mercure Pontianak, Selasa (05/11/2019).
Pelarangan
tersebut akan mulai berlaku secara menyeluruh pada tahun 2022, atau 5 tahun
masa transisi pasca ditetapkannya tanaman kratom sebagai narkotika golongan I
oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika pada 2017 silam.
Mufti
Djusnir menjelaskan bahwa latar belakang pelarangan penggunaan daun kratom
lantaran tumbuhan tersebut jauh lebih kecil manfaatnya dibandingkan efek
kerugiannya, menurutnya daun kratom mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya
bagi kesehatan yang jika digunakan dengan dosis rendah akan menyebabkan efek
stimulan. Sementara penggunaan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek
sedatif.
Tak
hanya itu, Mufti juga menerangkan kalau kandungan kratom 13 kali lebih kuat
dibandingkan morfin. Jika terus menerus dikonsumsi, kratom akan menimbulkan
gejala adiksi, depresi pernapasan, bahkan kematian.
“Tumbuhan
kratom mempunyai efek yang merugikan jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya.
Nilai indeks terapinya kecil,” kata Mufti.
Dalam
kesempatan itu, Mufti juga meluruskan anggapan yang menyamakan kratom dengan
kopi. Ia berpendapat, anggapan tersebut sangat tidak berdasar dan merupakan
penggiringan opini belaka.
“Penjelasan
ini tidak berdasar dan penggiringan opini karena meskipun satu famili dengan
kopi-kopian, tetapi kratom berbeda dengan kopi. Dosis rendah sampai sedangnya,
yaitu 1-5 miligram memiliki efek stimulan yang menyenangkan. Namun pada dosis
yang lebih tinggi, antara 5-15 miligram memberikan gejala seperti senyawa
opiat, yaitu analgesik dan sedasi. Jadi sangat beda,” ungkapnya.
Anggapan
lain yang juga diluruskan oleh Mufti ialah klaim soal belum adanya korban yang
meninggal dunia akibat penggunaan kratom. Mufti berujar, berdasarkan data yang
dihimpun oleh pihaknya sudah didapati adanya kasus korban meninggal dunia
akibat penggunaan kratom, baik kratom yang dikonsumsi tunggal maupun kratom yang
dikonsumsi bersamaan dengan obat-obat lainnya.
“Nah,
ada juga yang menyebutkan belum ditemukan kasus kematian berdasarkan data dari
NIDA atau National Institute on Drug Abuse. Padahal sudah ada kasusnya. Sudah
ada korban. Itu anggapan tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta karena
sudah ada data kematian tunggal akibat kratom dan juga multi drug. Di mana
penggunaan bersamaan dengan zat-zat lain seperti obat flu, tramadol, sangat
beresiko,” tukasnya.
Lebih
jauh Mufti juga menerangkan bahwa pelarangan kratom ini akan disosialisasikan
kepada masyarakat di seluruh Indonesia, terutama di Kalimantan. Terhadap
masyarakat yang terdampak akibat kebijakan ini, BNN dikatakannya sudah
menyiapkan langkah-langkah pemberdayaan alternatif dengan melibatkan pihak-pihak
lain seperti kementerian, lembaga, swasta serta pemerintah daerah. (tim
liputan)
Editor
: Edi S