![]() |
H Sadimo Yitno Poerbowo Ketua Umum Paguyuban Jawa Kalbar |
Pontianak - Kalbar News
Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, jutaan umat Islam
berkumpul di Makkah untuk menunaikan puncak ibadah haji. Semua Muslim sedunia,
dari berbagai suku, bangsa, ras, dan budaya tumpah-ruah di sana dengan pakaian
yang sama, putih, dan menyeru Tuhan yang sama, yakni Allah SWT.
Memaknai Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban, ada tertuang semangat Persaudaraan dan Rela Berkorban,
Semangat persaudaraan dan kerelaan berkorban. Menurut Sadimo Perjalanan haji, merupakan suatu Perjalanan umat manusia
multinasional yang tersebar di muka bumi ini. Kendati kulit mereka beragam,
tetapi seragam yang mereka pakai menyebabkan jamaah haji bagaikan lautan manusia
.
Suasana haji adalah gabungan kehangatan agamawi
dan kegembiraan persahabatan. Setiap orang adalah saudara satu sama lain, sebab
semuanya sadar bahwa mereka dekat dengan Allah dan sama-sama menyeru, “Labbaika
Allaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika…!”. Aku penuhi
panggilan-Mu, Ya Allah, tiada sekutu bagi-Mu…!. Demikianlah, rasa persamaan,
persatuan, dan persaudaraan serta sinar Islam yang menyala tiap tahun terjadi
di Makkah.
Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban mengajarkan pada kita, menjaga persaudaraan yang harus
saling membela sesama. Sebagai salah satu unsur syariat Islam, ibadah
kurban merupakan perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT. Dan, dari segi
maknanya saja dapat diketahui bahwa kurban yang dalam bahasa Arab berarti dekat
atau mendekati dimaksudkan pula sebagai upaya mendekatkan diri (taqarrub) pada
Allah SWT.
Asal usul ibadah kurban dalam Islam bermula dari
peristiwa kurban Nabi Ibrahim a.s. bersama putranya, Nabi Ismail, a.s, Esensi
dari cerita itu adalah bagaimana Ibrahim rela mengurbankan anak yang
dicintainya demi baktinya pada Allah SWT.
Ibadah Qurban mengajarkan
pada kita, segala apa yang kita miliki adalah milik Allah SWT yang dititipkan
pada kita sebagai amanah..
Ibadah qurban pada hakikatnya adalah manifestasi
kesadaran diri akan eksistensi hidup ini, di mana segala yang kita miliki
merupakan milik Allah SWT yang harus rela dikurbankan jika Allah SWT
menghendaki. Dengan demikian, jiwa, harta, dan segala yang kita miliki bukanlah
tujuan, melainkan sebagai alat untuk berjuang dan mengabdi pada-Nya. Keimanan,
keikhlasan, dan ketakwaan adalah roh ibadah qurban.
Menurut H Sadimo berqurban bagi yang belum mampu bisa dilakukan dalam bentuk lain, tidak hanya qurban
domba atau sapi, tapi juga qurban pemikiran, tenaga, ilmu, serta kepentingan
diri sendiri (egosentrisme) demi Kemaslahatan umat. (eds)