Edi Suhairul : Ayo menjadi Jurnalisme Warga Yang baik Dengan Mewujudkan Hak Untuk Tahu

Editor: Redaksi author photo

 
Edi Suhairul

PONTIANAK (Kalbar News)- Merosotnya kepercayaan publik terhadap media massa menjadi salah satu pemicu wabah hoax yang merebak beberapa tahun belakangan.

Pembenarannya: ‘hoax’ adalah fakta alternatif. Hoax telah menjadi saluran lain bagi warga yang merasa kebutuhannya tak terpenuhi dan suaranya tak terwakili oleh media massa. Dengan kata lain 'hoax’ adalah wujud perlawanan kelompok masyarakat terhadap kekuasaan yang memonopoli informasi. 

"Saya sendiri menilai bahwa hoax berbeda dengan fakta alternatif. Namun dalam praktiknya, hoaks dan fakta alternatif berbaur liar di masyarakat. Silang sengkarut antara dua terma itu tak bisa dielakkan, dan lagi-lagi, warga menjadi korbannya" ujarnya 

Jauh sebelum hoax menjadi ‘trending topic’, sebetulnya banyak kelompok warga yang telah melakukan upaya untuk memberikan fakta alternatif di luar media mainstream. Media komunitas dan jurnalisme warga adalah salah satu praktiknya.

Jurnalisme warga adalah inisiatif sekelompok masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap keadilan informasi. Apa yang dimaksud dengan keadilan informasi? Salah seorang penggiat media komunitas di Lombok Utara, Raden Sawinggih, pernah mengatakan, bahwa salah satu motivasinya membangun media komunitas adalah agar warga mendapatkan informasi seputar lingkungannya. Sebab sebelum media komunitas ada, sekitar awal dekade 2000an, kebutuhan informasi warga sepenuhnya digantungkan pada RRI yang isinya hampir selalu soal Jakarta. Dari situ, media komunitas—yang telah melahirkan jurnalis warga—tidak hanya sedang mencari sumber informasi alternatif, melainkan telah membuat saluran informasi alternatifnya sendiri. Media komunitas menjadi wadah warga untuk bergeser posisi dari sekadar objek informasi (penerima/konsumen) menjadi subjek informasi (pembuat/produsen). 

Apa yang dilakukan oleh jurnalis warga tidak berbeda dengan jurnalis profesi pada umumnya: memproduksi dan mendistribusikan informasi. Perbedaannya terletak pada jenis informasi yang disampaikan. Jika pada perusahaan media segala informasi sudah diatur sedemikian rupa dengan pertimbangan pasar, profit, dan kepentingan pemilik, maka di media komunitas lebih inklusif. Pemilihan isu dititikberatkan pada kepentingan publik—yang pada hakikatnya harus dilakukan setiap media. Kondisi ideal ini bisa terwujud karena media komunitas tidak memiliki kepentingan lain selain kepentingan komunitas yang direpresentasikannya. Meskipun demikian, dalam mencari informasi, jurnalis warga tidak jarang disepelekan. Tidak adanya identitas ‘resmi’ dan tidak diakui dalam UU Pers, menjadi penghambat utama jurnalis warga dalam mendapatkan informasi. Namun demikian, dengan segala risikonya, jurnalis warga tetap melakukan perannya demi mencapai keadilan informasi yang dicita-citakan. (sumber : Putra)

Faham tentang Kode Etik Jurnalisme adalah salah satu pematangan bagi Jurnalis, agar dalam penulisan pemberitaan tidak menyalahi aturan yang ada, serta mengaetahui apa yang patut dan layak di sampaikan dalam pemberitaan, oleh karena itu wadah Jurnalis Warga menjadi salah satu wadah mengekspresikan hal tersebut, Portal www.Kalbarnews.com mengajak kita semua memanfaatkan hal itu, mari mejadi Jurnalis warga serta  menggunakanya dengan baik dan benar.(**)

Share:
Komentar

Berita Terkini