D’MASIV dan Buya Yahya Bahas Kolaborasi Seni untuk Dakwah dan Kemanusiaan
KALBARNEWS.CO.ID (CIREBON) –
Ada yang istimewa di Pondok Pesantren Al Bahjah, akhir pekan lalu. Vokalis
D’MASIV, Rian Ekky Pradipta, terlihat khusyuk berdialog dengan Buya Yahya,
ulama kharismatik yang dikenal luas karena ceramah-ceramahnya yang menyejukkan.
Bukan tanpa alasan, pertemuan itu lahir dari kerinduan Rian akan sosok ulama yang selama ini hanya ia saksikan dari layar telfon genggam. (8/5/2025).
“Selama ini saya cuma lihat Buya dari YouTube, dari
postingan teman-teman. Kok rasanya pengen banget ketemu langsung. Alhamdulillah
hari ini kesampaian,” ungkap Rian dengan antusias.
Namun pertemuan itu bukan sekadar silaturahmi. Di balik
perbincangan hangat, tersimpan kegelisahan dan sekaligus harapan: bagaimana
musik bisa menjadi jembatan nilai-nilai spiritual dan sosial. D’MASIV yang
dikenal lewat lagu-lagu bertema harapan dan semangat hidup, tengah menapaki
fase baru dalam perjalanannya: menjadi band yang bukan hanya didengar, tetapi
juga dirasakan dampaknya dalam kehidupan nyata.
Lagu yang
Menyembuhkan Luka
Satu lagu yang terus hadir dalam kisah inspiratif D’MASIV
adalah “Jangan Menyerah”. Dirilis tahun 2009, lagu ini melintasi batas genre
dan agama, menjadi anthem diam-diam bagi banyak orang yang tengah berjuang
dalam hidup.
“Waktu itu saya jalan di mall, ada ibu-ibu lari nyamperin, cuma bilang, ‘Terima kasih sudah buat lagu itu. Setiap kemoterapi, saya dengarnya lagu itu.’ Itu bikin saya merinding,” kata Rian.
Bahkan, lanjutnya,
lagu itu pernah dijadikan rujukan oleh pemuka agama di Bali, yang menyebutkan
bahwa esensi kitab suci yang dibacanya terasa terangkum dalam lagu itu: sabar
dan syukur.
Fenomena ini mendorong D’MASIV membentuk Yayasan Jangan Menyerah, yang
mengusung misi kemanusiaan berbasis semangat dari lagu tersebut. “Kita bantu
musisi yang sedang sakit, olahragawan yang butuh biaya medis, bahkan bangun
masjid dan bantu anak-anak sekolah,” jelas Rian.
Soft Power
Musik dan Potensi Dakwah Kolaboratif
Bagi D’MASIV, musik bukan hanya hiburan. Ia adalah soft
power yang mampu menyentuh titik terdalam manusia. Rian menyebut contoh John
Lennon yang menggubah lagu War Is Over sebagai protes damai terhadap
perang. “Dulu saya bikin lagu itu (Jangan Menyerah) buat diri sendiri yang lagi
susah, tapi ternyata banyak yang jauh lebih berat, dan mereka terangkat
karenanya,” ujar Rian.
Tak heran jika kini ia membuka kemungkinan kolaborasi dakwah
berbasis seni. Bersama Buya Yahya, D’MASIV berharap bisa menjembatani dunia
musik dan pesan spiritual. “Mungkin pendekatannya lewat membedah lirik. Gimana
lirik bisa mengubah hidup seseorang,” ujarnya.
Buya Yahya pun menyambut hangat gagasan itu. Menurutnya,
setiap pertemuan harus melahirkan manfaat. “Kalau orang punya potensi, kami
ingin dari potensinya nanti ada buah yang bisa dipetik untuk perjuangan
kemanusiaan dan kebaikan,” tuturnya.
Ia menegaskan, pertemuan dengan orang-orang seperti D’MASIV
bukan sekadar basa-basi, tetapi misi untuk mengajak semakin banyak insan
menebar kebermanfaatan lewat jalan yang mereka kuasai—dalam hal ini, musik.
D’MASIV:
Dari Panggung ke Pelayanan Sosial
D’MASIV, yang mulai menapaki ketenaran sejak menjuarai kompetisi A Mild Live Wanted 2007 dan merilis album debut Perubahan, kini bukan hanya dikenal lewat lagu-lagunya yang menyentuh, seperti “Cinta Ini Membunuhku” dan “Di Antara Kalian”.
Band ini juga aktif dalam berbagai kegiatan
sosial seperti penggalangan dana bencana, donasi penjualan album, hingga
kampanye kesehatan dan pendidikan lewat yayasan yang mereka dirikan.
Pertemuan mereka dengan Buya Yahya menjadi penanda bahwa
musik tak harus berhenti di telinga. Ia bisa menuntun hati, menyalakan
semangat, dan mendorong tindakan nyata. Dan mungkin, seperti yang diyakini
Rian, semua itu adalah bagian dari skenario yang lebih besar: bagaimana Allah
menggerakkan musik sebagai alat dakwah yang lembut namun mengubah.
“Pertemuan yang dibangun karena Allah,” kata Buya Yahya.
“Beliau datang ke sini, berarti Insya Allah beliau adalah hamba Allah yang
dikirim untuk diajak berbincang tentang kemanusiaan, kemaslahatan, dan
kemajuan.”
Pada pertemuan ini hadir pula CEO Jagat Ideascape, Agus
Rosyidi. Agus mengapresiasi pertemuan antara Buya Yahya dan D’MASIV. “Dari satu
pertemuan, tumbuh harapan baru. D’MASIV dan Buya Yahya kini seirama dalam satu
misi: menjadikan seni bukan hanya untuk merayakan hidup, tapi juga untuk
memuliakannya,” pungkas Agus.
Jagat Ideascape adalah perusahaan content provider yang fokus pada
pengembangan ekosistem konten dan Intellectual
Property (IP) di Indonesia. Dengan menggabungkan kekuatan storytelling,
teknologi digital, dan kecerdasan buatan (AI), Jagat Ideascape menciptakan
produk-produk konten yang bernilai tinggi, relevan, dan siap berkembang lintas
platform.
Dalam pengembangannya, Jagat Ideascape menjalin kolaborasi
juga dengan kalangan ulama dan pendakwah, salah satunya Buya Yahya. Hal ini
dilakukan untuk menghadirkan konten inspiratif yang otentik, kontekstual, dan
menjangkau masyarakat luas melalui format digital yang modern. (Tim Liputan)
Editor : Aan
Rian
Ekky Pradipta (kedua dari kiri) bersilaturahmi dengan Buya Yahya (kedua dari
kanan) di Pondok Pesantren Al Bahjah, Cirebon, Jawa Barat.
Rian
Ekky Pradipta (kiri) dan Buya Yahya (kanan) di Pondok Pesantren Al Bahjah,
Cirebon, Jawa Barat.