Empat Reaktor Baru
KALBARNEWS.CO.ID (TIONGKOK) - Pada akhir
Desember 2023, Dewan Negara RRT menyetujui pembangunan empat reaktor baru. Ini
adalah unit pembangkit listrik ketiga dan keempat dari Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN) Taipingling di Provinsi Guangdong di Tiongkok Tenggara,
ditambah dua reaktor pertama PLTN Jinqimen di Provinsi Zhejiang di bagian Timur
negara tersebut. (14 Januari 2024).
Keempat unit daya
tersebut termasuk dalam kategori reaktor dengan moderasi air ringan (tipe
VVER), di mana air biasa digunakan untuk moderasi neutron (untuk mengontrol
reaksi nuklir), dan sebagai pendingin. Kapasitas bersih setiap reaktor
adalah 1.116 MW, yang sesuai dengan indikator serupa untuk empat unit
pembangkit listrik di PLTN Akkuyu (1.114 MW), pembangkit listrik tenaga nuklir
pertama di Turki.
Implementasi proyek-proyek ini akan meningkatkan posisi RRT sebagai pemimpin global dalam hal laju pengembangan energi nuklir. Menurut IAEA, pada awal tahun 2024, 23 unit pembangkit listrik dengan total kapasitas bersih 23,7 GW sedang dibangun di negara tersebut.
Dari sudut pandang ini, Tiongkok jauh lebih unggul dibandingkan negara-negara lain termasuk India, di mana 8 unit pembangkit listrik dengan total 6,0 GW sedang dibangun, Turki (4 unit pembangkit listrik dengan total 4,5 GW), Korea Selatan (3 unit pembangkit listrik dengan total 4,0 GW) dan Mesir (3 unit pembangkit dengan total 3,3 GW).
Pengoperasian unit pembangkit listrik yang disebutkan di atas akan
memungkinkan Tiongkok menjadi negara kedua di dunia dalam hal jumlah dan total
kapasitas reaktor yang beroperasi, melampaui Perancis yang saat ini memiliki 56
reaktor dengan total 61,4 GW (bandingkan dengan 55 reaktor pada tahun 2017).
total 53,2 GW yang saat ini beroperasi di Tiongkok).
Bagi Tiongkok, pembangkit listrik tenaga nuklir merupakan sumber energi terbesar kelima. Porsi pembangkit listrik tenaga batu bara di Tiongkok tumbuh dari 2,0% menjadi 4,7% antara tahun 2012 dan 2022, sementara pangsa pembangkit listrik tenaga batu bara menurun masing-masing dari 75% menjadi 61%, menurut pusat penelitian Ember.
Porsi pembangkit listrik tenaga air pada periode yang sama menurun
dari 17% menjadi 15%, sementara pangsa pembangkit listrik tenaga angin dan
surya meningkat dari 2% menjadi 13%.
Pengembangan energi
rendah karbon memungkinkan Tiongkok menurunkan intensitas energi dalam PDB-nya:
pada tahun 2012, Tiongkok memiliki 8,4 MJ energi primer per setiap dolar PDB-nya,
sedangkan pada tahun 2020 – 6,4 MJ (saat menghitung konsumsi energi spesifik,
PDB diperhitungkan berdasarkan nominasi paritas daya beli dalam Dolar AS tahun
2017). (Tim Liputan)
Editor : Aan