KALBARNEWS.CO.ID (JAKARTA) - Analisis Senior Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan
Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tomi Joko Irianto mengatakan
penyedia layanan teknologi finansial (tekfin/fintech) untuk memperhitungkan kepercayaan konsumen dalam
keberlangsungan berbagai aktivitas ekonomi vital di ranah digital (digital
trust).Pentingnya "Digital Trust" Dalam Aktivitas Ekonomi Di Ranah Digital
"Berbagai tantangan seperti perlindungan data
pribadi, keamanan siber, e-KYC dalam mengukur kemampuan lembaga jasa
keuangan untuk mengenal konsumennya secara elektronik," kata Tomi. Sabtu (24 Desember 2022).
Ia melanjutkan, hal tersebut termasuk keandalan
sistemnya, kualitas kredit skornya, layanan kepada konsumennya, serta edukasi
kepada publik terhadap manfaat dan layanan lembaga keuangan nonbank.
"(Itu semua) menjadi hal penting yang perlu
diperhatikan oleh seluruh stakeholder karena berdampak pada keberlangsungan bisnis
maupun perlindungan konsumen," ujarnya.
Meningkatnya penetrasi pengguna internet di tengah
maraknya berbagai kejahatan siber seperti pencurian identitas, menjadikan
digital trust semakin penting untuk dibangun demi mendorong masuknya masyarakat
ke dalam ekosistem digital.
Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia
pada Oktober 2022, sekitar 41,6 persen masyarakat Indonesia meragukan atau
bahkan merasa data pribadi yang didaftarkan dalam aplikasi digital tidak
terjamin kerahasiaannya.
Masih dalam riset yang sama, meskipun mayoritas (75,1
persen) belum pernah mendengar atau mengetahui tentang rancangan UU PDP, namun
mayoritas masyarakat menyatakan semakin percaya data pribadi akan terlindungi
jika UU PDP diberlakukan (61,4 persen).
Untuk itu, pemerintah telah mengesahkan Undang
Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) belum lama ini yang memberikan kerangka
aturan komprehensif pelindungan data pribadi masyarakat dalam ekosistem digital.
"Dengan adanya UU PDP, seluruh peraturan yang
lain dikelompokkan menjadi satu peraturan. Meskipun peraturan pidana yang
mengikat semua pihak ini telah dihadirkan ke dalam ekosistem digital, peraturan
ini tidak dapat bergerak sendiri melainkan memerlukan partisipasi proaktif dari
para pemangku kepentingan lainnya dan masyarakat umum sebagai konsumen,"
kata praktisi hukum Erwandi Hendarta.
Sependapat, Chief of Revenue VIDA Adrian Anwar
mengatakan peningkatan literasi keuangan perlu dilakukan dan memperhatikan
empat hal,yaitu mengetahui produk digital, bijak memanfaatkan, risiko dan
kontrol, dan penyelesaian masalah.
"VIDA berpandangan untuk terus meningkatkan
literasi keuangan masyarakat, penetrasi teknologi di Indonesia perlu terus
ditingkatkan. Selain aspek keamanan, pemberian akses layanan digital yang
inklusif juga harus nyaman dan dapat digunakan oleh seluruh kalangan
masyarakat," katanya. (Tim Liputan)
Editor : Aan