![]() |
Dr H Tri Leksono, Ph, S.Kom, M.Pd, Kons, |
Masyarakat
menunggu statement dari sosok pimpinan yang menyatakan dengan Suara Lantang
'Saya Mundur' atas Tragedi Kanjuruhan, apakah kesalahan ada di Panitia
Pelaksanaan (Panpel), pihak aparat Keamanan, Pengurus PSSI selaku induk dari
persepakbolaan atau dari Suporter.
Hal tersebut
disampaikan Ketua PD ABKIN, Wakil Ketua PP IIBKIN dan Ikatan Konselor Indonesia
(IKI), Dr H Tri Leksono, Ph, S.Kom, M.Pd, Kons, Ia menyebut nampak belum
menjadi budaya untuk orang Indonesia yang mengenal adat dan adab dalam
masyarakat timur.
“Kerusuhan
di Stadion Kanjuruhan, Malang, bermula saat suporter Arema FC atau yang akrab
disapa Aremania terjun ke lapangan, Mereka melampiaskan amarah lantaran Arema
FC kalah 2-3 melawan Persebaya Surabaya dalam duel bertajuk Derby Jawa
Timur. Suporter yang tak terkendali memaksa aparat keamanan turun tangan
menertibkan,” ujar Dr H Tri Leksono.
Namun
terlalu banyaknya suporter yang turun ke lapangan membuat aparat keamanan
kewalahan.
Aparat
keamanan kemudian menembakkan gas air mata untuk mengurai massa
suporter. Nahasnya, gas air mata ini justru menjadi simalakama. Bencana
pun tidak terelakan, klo melihat protap nya memang penggunaan gas air mata
tidak boleh digunakan dalam kegiatan olah raga, termasuk sepak bola
Superter Vs
Penonton
Perbedaan
superter dengan penonton, sudah jelas .
yang disebut penonton biasa nya hanya ingin melihat pertandingan sepakbola,
suporter memiliki sense of belonging yang tinggi yang dihasilkan dari kecintaan
(fandom) terhadap tim sepakbola tersebut.
Fanatisme
suporter ini tidak lepas dari kecintaan mereka terhadap kesebelasan dan
sepakbola (tapi harus hati-hati karena bisa menjadi candu). Goddard (2001),
dalam buku Civil Religion Secara
harfiah, istilah “penonton” berasal dari awalan pe- dan kata kerja tonton dalam
bahasa Indonesia.
Awalan pe
dalam hal ini berarti orang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan kata kerja.
Bila kata kerjanya tonton, maka penonton berarti orang yang menyaksikan suatu
pertunjukan atau tontonan.
Sementara
itu menurut akar katanya, kata “suporter “ berasal dari kata kerja (verb) dalam
bahasa Inggris to support dan akhiran (suffict)–er. To support artinya
mendukung, sedangkan akhiran –er menunjukkan pelaku.
“Jadi
suporter dapat diartikan sebagai orang yang memberikan suport atau dukungan,”
ujarnya.
Dilihat dari
kedua pengertian di atas jelaslah apabila antara ‘penonton’ dan ‘suporter’
memiliki makna yang berbeda, terlebih lagi apabila kata tersebut digunakan
dalam persepakbolaan.
Penonton
adalah orang yang melihat atau menyaksikan pertandingan sepakbola, sehingga
bersifat pasif. Sementara itu suporter adalah orang yang memberikan dukungan,
sehinga bersifat aktif.
Di
lingkungan sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi
oleh perasaan cinta (perasaan yang berlebihan bisa membahayakan) dan fanatisme
terhadap tim.
Dan orang
yang ada di dalam nya perlu ada etika, memahami hak dan kewajiban sebagai
superter, maka perlu adanya suatu solusi pendewasaan orang-orang (suporter)
untuk memahami adanya perbedaan, sosio emosi, kejujuran, kebersamaan, komitmen,
kedewasaan menghargai kemenangan dan kekalahan, serta ilmu psikologi massa dan
konseling organisasi superter yang sesuai dengan UU keolahragaan, maka perlu
kehadiran profesi konselor atau psikolog untuk mendesain lembaga atau sekolah
untuk mendewasakan supporter dan berlaku pada semua induk organisasi supporter,
“Hal ini
perlu diperhatikan oleh PSSI selaku organisasi sepak bola di Indonesia. Materi
dari sekolah tsb antara lain tentang ; peadagogi, ilmu sosio emosi, ilmu
psikologi, termasuk di dalam ilmu konseling (counseling supporter),” tuturnya
lagi.
Dalam sepakbola,
suporter adalah salah satu elemen terpenting. Tanpa dukungan mereka, para
pemain sepakbola di lapangan bisa kehilangan semangat dan motivasi untuk
memenangkan pertandingan.
Oleh karena
itu, suporter mendapat julukan ‘pemain ke-12’, karena mereka juga menjadi
faktor penting dalam suatu pertandingan.Dengan dukungan para suporter, setiap
kesebelasan yang bertanding akan berusaha memberikan permainan terbaiknya
berupa kemenangan untuk memuaskan mereka, juga sebagai bentuk ucapan terima
kasih pada para suporter yang telah datang ke stadion.
Graham
(1976) dalam buku Psychology of Sports, mengartikan suporter sebagai individu
maupun kelompok yang hadir pada suatu pertandingan olahraga dengan tujuan
menunjukkan dukungannya kepada salah satu tim yang bertanding dan merasa
memiliki keterikatan dengan tim tersebut.
Dari
peristiwa di Kanjuruan menjadi sangat berharga bagi kita semua menghargai hak
manusia, memanusiakan manusia. Dan PSSI serta pemerintahan perlu menata kembali
olah raga sepak bola khusus nya di Indonesia. (Sukindar).
Editor :
Heri