![]() |
Festival Saprahan Pelajar Tingkat SMP se-Kota Pontianak |
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono
mengatakan, budaya saprahan merupakan cara makan yang telah ada sejak zaman
dahulu dan merupakan warisan leluhur saat menjamu para tamu pada perayaan hari
besar.
Hal tersebut disampaikan Wali Kota Pontianak,
Edi Rusdi Kamtono usai membuka secara simbolis Festival Saprahan Pelajar
Tingkat SMP se-Kota Pontianak, Ia pun mengajak masyarakat, khususnya generasi
muda untuk menjaga bersama budaya saprahan di Rumah Adat Melayu pada hari Kamis
(15 September 2022).
“Besaprah adalah adab dalam memuliakan tamu,
umumnya era sekarang budaya saprahan banyak ditinggalkan dengan cara modern,”
ujarnya.
Melalui agenda tersebut, Edi berharap menjadi
pengingat untuk menjaga kebudayaan khas Kota Pontianak yang lainnya. Apabila
terdapat perpaduan dengan kebiasaan modern, ia ingin untuk tetap mengedepankan
pakem dari budaya tersebut.
“Misalnya hidangan dan varian makanan boleh
disesuaikan kondisi. Tapi tetap ada menu pokok yang harus jadi ikon hidangan
saprahan Kota Pontianak seperti nasi kebuli, pacri nanas, semur dan acar
misalnya. Minuman juga ada seperti air sepang harus ada. Dengan begini jadi
branding yang kuat untuk Kota Pontianak,” tuturnya.
Manfaat dari makanan dan minum tidak lengkap
apabila sikap saat menyantap hidangan tidak diiringi etika. Cara duduk menjadi
penilaian tersendiri saat saprahan. Edi menyampaikan, banyak keunggulan yang
didapat dengan besaprah, di antaranya kesehatan dan kebugaran.
“Hasilnya akan optimal jika dimakan dengan
etika. Tidak hanya menjadi energi, tapi juga memiliki nilai sejarah. Hal
seperti ini yang harus dipahami generasi muda,” ajaknya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Pontianak, Sri Sujiarti memaparkan, diselenggarakannya festival saprahan ini
ditujukan sebagai wujud tanggung jawab moral dan kepedulian terhadap nilai
kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang di Kota Pontianak serta meningkatkan
silaturahmi yang baik di kalangan generasi muda.
“Agar mengenal, memahami dan bangga dengan
budaya lokal,” terangnya.
Sri mengatakan, terdapat tiga orang juri yang
ditunjuk. Ketiga juri itu, lanjutnya adalah, Sejarawan Kota Pontianak
Syafaruddin Usman, Penggiat Budaya Rahmawati dan Penggiat Adat Istiadat Syarifah
Maryanti.
“Sumber dana festival ini dibebankan pada
APBD Disdikbud Kota Pontianak Tahun 2022,” imbuhnya.
Dewan Juri Festival Saprahan, Syafaruddin
Usman menjelaskan, terdapat beberapa aspek yang dinilai dalam lomba tersebut
yaitu tata boga dan tata busana. Khusus tata boga, terang Bang Din sapaan
akrabnya, yaitu tentang cita dan citra rasa kekhasan kuliner. Sedangkan untuk
tata busana yang akan diperhatikan etika penyajian.
“Etikanya itu yang dimaksud kesesuaian
memadukan adat dan budaya serta cara mempersilahkan tamu menikmati kuliner
tersebut,” terangnya,
Ciri khas menu saprahan Kota Pontianak
ketimbang daerah lain adalah bumbu yang terkandung kebanyakan percampuran menu
melayu dan timur tengah. Dijelaskan Syafaruddin, pengenalan budaya harus dilakukan
sejak dini.
“Supaya anak muda tidak asing dan tidak
canggung dengan budayanya sendiri,” pungkasnya. (tim liputan).
Editor : Heri