Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri |
Hal itu mendapat attensi dari semua pihak
termasuk dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia,
Firli Bahuri yang dituangkan dalam catatanya.
“Sahabat, saya ingin membuat catatan dari apa
yang saya perhatikan dalam peluncuran Gerakan Nasional Bangga Buatan
Indonesia (Gernas BBI) kemarin,” tulisnya.
Secara pribadi saya memang punya minat
pada acara itu. Dan kemarin, acara yang telah berlangsung beberapa kali ini,
ramai dibicarakan publik karena pernyataan keras Bapak Presiden.
Dan saya mengerti arti “kemarahan” Bapak
Presiden karena sikap kita terhadap kemampuan produk dalam negeri versus produk
import sudah keterlaluan. Ini ada hubungannya dengan korupsi pengadaan barang
dan jasa.
Dan sudah lama KPK memberikan perhatian
kepada korupsi barang dan jasa, terutama karena di dalamnya rawan suap dan
sogok yg sering berakhir dengan kegiatan Tangkap Tangan oleh KPK.
Kita harus menyambut baik penekanan yang dilakukan
oleh Kepala Negara agar kita mulai mengubah orientasi pengadaan barang dan jasa
serta menghentikan korupsi PBJ.
Kehadiran KPK berdasarkan UU awal
pembentukannya adalah karena korupsi telah mengancam perekonomian nasional.
Maksud dari pembentukan KPK dalam UU adalah untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Daya guna dan hasil guna yang dimaksud salah
satu yang utama adalah untuk memperbaiki perekonomian nasional dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dalam hal perbaikan ekonomi nasional, kami menyambut
baik launching Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia oleh Bapak Presiden.
KPK memandang setiap gerakan dan program
pemerintah dalam perbaikan ekonomi nasional adalah sejalan dengan tujuan dibentuknya
KPK. Untuk itu KPK berkomitmen membantu pemerintah dalam berbagai program
perbaikan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat karena korupsi adalah benalu
dalam setiap niat dan program yang baik.
Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia
telah diperkuat dasar hukumnya melalui berbagai regulasi yang sudah terbit di
antaranya kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) oleh Kementerian dan
Lembaga (K/L) dan Pemda yang diatur di dalam UU 3/2014 Tentang Perindustrian,
PP 29/2018 Tentang Pemberdayaan Industri, dan Perpres 12/2021 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Selanjutnya PP 7/2021 Tentang Kemudahan,
Perlindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah
yang mengatur K/Ll dan Pemda Wajib mengalokasikan anggaran belanja sebesar 40%
untuk UMKM dan Koperasi.
Namun sampai 31 Desember tahun kemarin
(2021), kami melihat realisasi belanja K/L dan Pemda untuk UMKM baru sebesar Rp
39,58 triliun atau setara 31,61%. Pada tahun 2022, potensi belanja barang dan
modal pemerintah pusat sebesar Rp 526,8 triliun dan Pemda sebesar Rp 535,4
triliun.
Sehingga terdapat potensi pembelian produk
dalam negeri melalui belanja barang/jasa dan belanja modal sebesar Rp 1.062,2
triliun. Untuk itu, K/L dan Pemda dalam belanja barang dan belanja modal secara
swakelola agar lebih memprioritaskan capaian pembelian produk dalam negeri
sebagaimana yang duatur peraturan perundangan.
Demikian pula dalam sistem kontraktual,
kontrak dengan penyedia barang/kontraktor/vendor yang mempersyaratkan
mengutamakan produk dalam negeri. Pada 2022, Anggaran belanja barang/jasa 10
K/L terbesar mencapai Rp 407,6 triliun atau 77,4 persen dari seluruh anggaran
pengadaan.
Sedangkan, anggaran belanja pada 72 K/L
lainnya hanya sebesar 22,6 persen atau Rp 119,2 triliun. Selanjutnya alokasi 10
K/L dengan anggaran tertinggi (PUPR, Pertahanan, Polri, Kesehatan, Dikbud
Ristek, Perhubungan, Agama, Kominfo, Pertanian, dan Keuangan) yaitu sebesar Rp
407,5 Triliun dengan total alokasi PDN baru sebesar 187,9 Triliun (46.1 persen).
Potensi besaran nilai belanja daerah dan
nilai belanja impor menggunakan E-Purchasing dapat diperkirakan sebesar 200
triliun pada tahun 2022. Lima daerah teratas yaitu Jatim, Jabar, Jateng, DI
Jakarta dan Sulawesi Selatan. Wilayah Jawa-Bali berpotensi melakukan pembelian
PDN sebesar Rp 86,3 triliun (43 persen) dan Sumatera sebesar 47 (24 persen),
sisanya tersebar di wilayah lainnya.
Terkait hal tersebut, kami memandang perlu
adanya kolaborasi antara K/L dan Pemda dalam mewujudkan ekosistem pasar untuk
UMKM, antara lain melalui katalog. Dalam katalog nasional yang dikelola LKPP
Per Maret 2022 disebutkan produk yang tayang sebanyak 198.045 produk, dengan
jumlah PDN tanpa nilai tingkat komponen dalam negeri sebanyak 68.545 produk
Sementara PDN yang telah dilakukan penilaian
tingkat komponen dalam negeri sebanyak 5.141 produk. Adapun untuk katalog
sektoral yang dikelola K/L sebanyak 24 K/L telah menjadi pengelola katalog sektoral,
dengan 12 K/L tersebut telah menayangkan produk di katalog. Sedangkan untuk
katalog lokal yang dikelola pemerintah daerah, telah ada 63 Pemda dengan 24
Pemda dimaksud telah menayangkan produk di katalog lokal pemerintah daerah.
Untuk itu dalam rangka mendorong mensukseskan
Gernas BBI, Pemerintah harus lebih meningkatkan kebijakan mendorong belanja
Pemerintah Pusat dan Pemda terhadap penggunaan PDN sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing K/L dan Pemda. Serta Lembaga yang terkait harus lebih meningkatkan
lagi PDN di dalam Katalog.
Kami memandang Gernas BBI ini haruslah
didudukkan dalam 5 kerangka manfaat yang hendak dicapai yaitu: 1. Untuk
peningkatan pertumbuhan ekonomi, 2. Pemerataan kesempatan kerja dan penghidupan
yang layak bagi masyarakat, 3. Mendorong inovasi dan kesempatan berusaha, 4.
Azas transparansi dan akuntabilitas untuk pencegahan korupsi, dan 5. Pengadaan
Barang dan Jasa yang mudah dan mencegah peluang transaksional.
Maka untuk mencapai 5 manfaat tersebut, kita
semua harus mengingat bahwa Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) sebagai sektor yang
akan dioptimalkan dalam Gernas ini adalah sektor yang paling rentan serta
tingkat korupsinya paling tinggi dalam sejarah penanganan kasus KPK.
Sejak 2004-2021 kasus yang ditangani oleh KPK
adalah sebagai berikut: PBJ 204 kasus, Penyuapan utamanya dalam PBJ 791 kasus,
Penyalahgunaan anggaran 50 kasus, TPPU 49 kasus 44 kasus, Pungutan 26 kasus,
Perizinan 25 kasus, dan merintangi kerja KPK 11 kasus.
Berdasarkan data tersebut, tampak bahwa ancaman
utama atas sukses Gernas BBI adalah tindakan koruptif. Namun kami meyakini
bahwa korupsi bukanlah terkait dengan moralitas individu manusia akan tetapi
lebih karena kelalaian bersama dalam mematuhi rule of game yang celah itu
memberi peluang bagi potensi tindakan abuse individu.
Kerja bersama, kepatuhan atas peraturan dan
hukum yang berlaku, pemahaman regulasi yang baik serta pelibatan banyak actor
dan pihak dalam setiap kebijakan dan program akan sangat efektif mengurangi
tingkat korupsi demi tercapainya tujuan Gernas BBI. Korupsi bisa dicegah dengan
mengawal sistem secara ketat.
Terakhir kami memberi atensi demi suksesnya
Gernas BBI dalam hal Pengadaan Barang dan Jasa yaitu dengan memperhatikan 8
rambu sebagai berikut: 1. Tidak melakukan persekongkolan untuk melakukan
korupsi dengan para pihak penyedia barang/jasa, 2. Tidak menerima dan
memperoleh kickback, 3. Tidak mengandung unsur Penyuapan dan Gratifikasi.
4. Tidak mengandung unsur Gratifikasi. 5.
Tidak mengandung unsur adanya benturan kepentingan, 6. Tidak mengandung unsur
kecurangan dan atau mal administrasi, 7. Tidak ada niat jahat dengan
memanfaatkan kondisi darurat, 8. Tidak membiarkan terjadinya tindak pidana
korupsi.
Akhirnya selamat bekerja, sukses untuk Gernas
BBI, KPK memberikan dukungan penuh demi suksesnya Gernas BBI. Selama taat azas
dan komit dengan regulasi, jangan pernah takut belanja dan menggunakan anggaran
negara. Masa depan ekonomi dan kesejahteraan rakyat ada pada serapan
belanja yang optimal, tentu selama tetap sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang ada.
Penulis adalah Firli Bahuri (Ketua KPK RI)
(Sumber : Jaringan Media Siber Indonesia).