Wakil Ketua KPK Ajak Civitas Akademika Untan Dukung Pemberantasan Korupsi |
“Korupsi
masih terjadi secara masif. Masyarakat Indonesia juga masih banyak yang miskin
karena penyebabnya tingkat korupsi yang tinggi,” ujar Alex dalam kuliah umum di
Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (22 Oktober 2021).
Salah satu
strategi pemberantasan korupsi yang KPK lakukan yaitu edukasi dan kampanye
antikorupsi. Untuk pendidikan dasar dan menengah, ujarnya, KPK bekerja sama
dengan pemerintah daerah (pemda). Sebelumnya, sambungnya, juga sudah dilakukan
perjanjian kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan
Kementerian Agama.
“Untuk
pendidikan dasar dan menengah, KPK minta pemda tingkat II mengeluarkan
peraturan daerah terkait pendidikan antikorupsi. Begitupun dengan pemda tingkat
I atau dengan Gubernur. Kami juga sudah minta untuk diterbitkan peraturan
terkait pendidikan antikorupsi untuk tingkat SMA atau setaranya,” terang Alex.
KPK, kata
Alex, terus memonitor perkembangan penerbitan regulasi dan implementasinya di
lapangan. Tujuannya, agar masyarakat khususnya di tingkat sekolah menerima
pendidikan nilai-nilai integritas dan kejujuran sejak dini. Selain itu, Alex
juga menekankan hal tersebut bukan saja menjadi tugas sekolah, tapi penting
memulai pendidikan antikorupsi sejak di rumah.
“(Seperti)
kejujuran, ketertiban, kedisiplinan. Menurut survey, ternyata kunci
keberhasilan seseorang itu kejujuran, kerja keras dan disiplin,” kata Alex.
Di hadapan
lebih dari 1.000 peserta yang terdiri dari mahasiswa, dekan, dan tenaga
pengajar Untan yang mengikuti baik secara daring maupun luring, Alex juga
meminta untuk menumbuhkan semangat transparansi dan akuntabilitas agar setiap
kegiatan dapat berjalan dengan baik di lingkungan kampus.
“Kita ciptakan lingkungan di mana mahasiswa berani bersuara menyampaikan apa yang ia rasakan tidak benar. Harus kita hargai dan buka ruang itu. Tidak perlu kita gampang marah,” pinta Alex.
Alex
menyebutkan mahasiswa dan generasi muda sangat berpotensi untuk menduduki
jabatan-jabatan publik. Misalnya menjadi anggota DPR atau DPRD karena syarat
umur minimal 21 tahun, untuk menjadi Bupati dan Walikota 25 tahun, dan untuk
menjadi Gubernur 30 tahun.
“Kalau
mahasiswa aktif di lingkungan sosial, aktif berkontribusi terhadap perbaikan
lingkungan, masyarakat mempercayai dan mendorong menjadi anggota dewan, ya maju
saja,” dorong Alex.
Sementara
itu, Rektor Universitas Tanjungpura Prof. Dr. Garuda Wiko menyampaikan bahwa
tema kuliah umum “Pembangunan Budaya Integritas Melalui Pendidikan Antikorupsi”
merupakan tema yang sangat relevan dan perlu diangkat mengingat dampak korupsi
bagi suatu negara.
“Korupsi
tidak hanya berpengaruh atau berdampak secara finansial namun juga pada aspek
sosial, ekonomi, keamanan, politik dan budaya. Hingga saat ini Indonesia
berupaya untuk memberantas praktik korupsi yang masih menjerat berbagai
kalangan lapisan masyarakat dan dilakukan secara sistemik,” ujar Wiko.
Salah satu
bentuk upaya pencegahan korupsi, lanjutnya, adalah dengan melahirkan generasi
yang bersih dari korupsi. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan kesadaran
hukum masyarakat melalui pendidikan.
“Institusi
pendidikan sudah seharusnya menjadi poros utama untuk mengembangkan budaya
hukum antikorupsi. Dalam hal ini pendidikan tinggi sebagai wadah pencetak generasi
muda yang berperan penting dalam upaya pemberantasan korupsi diintegrasikan
dalam Tri Dharma perguruan tinggi,” jelas Wiko.
Atas latar
pemikiran tersebut, ujar Wiko, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi mengeluarkan Permenristekdikti No.33 tahun 2016 tentang penyelenggaraan
pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi yang menjadi payung hukum
penyelenggaraan pendidikan antikorupsi pada perguruan tinggi.
“KPK sebagai
lembaga negara yang memegang peranan penting dalam pemberantasan korupsi, sudah
saatnya menjadi partner utama bagi perguruan tinggi dalam implementasi
pendidikan antikorupsi,” tutup Wiko. (tim liputan).
Editor : Aan