KALBARNEWS.CO.ID (PONTIANAK) – Polda Kalimantan Barat berhasil mengungkap Sindikat Mafia Tanah dengan keuntungan diperikaran mencapai 1 Trilliun Rupiah dengan melibatkan oknum Kepala Desa dan mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kubu Raya.
Hal itu
terungkap berdasarkan penyelidikan yang dilakukan guna memberantas Mafia Tanah
yang ditegaskan Kapolri, Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo beberapa waktu
lalu.
Polda Kalbar
menungkap sindikat mafia tanah seluas 200 hektare lokasi tanah yang menjadi
perkara di Desa Durian, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.
Menurut Direktur
Reserse Kriminal Umum Polda Kalbar, Kombes Pol Luthfie Sulistiawan ada empat
orang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut, yang berinisial A,
UF, H dan T.
Tersangka A adalah
Oknum Eks Pegawai BPN yang juga Ketua Program Ajudikasi Kec Sungai Amnbawang
pada Tahun 2008 dan telah dilaporkan pada tahun 2014 dan diberhentikan tidak
hormat dari BPN tahun 2015.
"Pada
bulan Maret 2021 Polda Kalbar berhasil mengungkap kasus tindak pidana pemalsuan
surat yang berkaitan dengan beberapa sertifikat hak milik tanah dan menimbulkan
adanya kerugian masyarakat," ucap Luthfie.
Modus operandi para tersangka dalam
melakukan aksinya, yakni tersangka A menerbitkan SHM dengan memalsukan warkah,
yaitu berupa surat pernyataan tanah (SPT) dan surat keterangan domisili yang
ditandatangani oleh Kades Durian berinisial UF.
Kemudian SPT tersebut dipalsukan seolah-olah atas nama penggarap yakni
tersangka H dan T, padahal yang sebenarnya bukan sebagai penggarap apalagi
sebagai pemilik tanah itu.
“Surat keterangan yang dipalsukan dibuat seolah-olah pemegang hak
sebagai warga Desa Durian, padahal yang sebenarnya bukan warga Desa Durian
tersebut,” ujarnya.
Selain itu, para pemegang hak yang dibuat SHM tanah masih ada hubungan
keluarga dan kedekatan dengan tersangka A, yaitu kakak kandung tersangka H.
“Sehingga atas kejadian itu, pemilik tanah yang sebenarnya tidak dapat
menerbitkan atau mengurus sertifikat tanahnya,” ungkapnya.
Adapun
barang bukti yang disita yaitu 147 buku tanah,
11 lembar sertifikat Hak Milik Tanah dan 1 buah buku register pengantar
KTP dari kantor desa.
Diketahui
bahwa Pelaku berinisial A merupakan Residivis yang pernah terlibat dalam kasus
yang sama pada tahun 2014 sehingga diberhentikan secara tidak hormat dari BPN
pada tahun 2015.
Luthfie
menjelaskan, sebagian besar yang menjadi korban adalah masyarakat kecil, yang
mata pencahariannya berasal dari lahan tersebut. Karena perkara tersebut
terjadi pada proses ajudikasi pertanahan tahun 2008.
"Proses
ajudikasi ini justru digunakan untuk melakukan kejahatan dengan cara melakukan
tindak pidana pemalsuan," kata Luthfie.
“Kasus
pertanahan di wilayah Kalbar adalah salah satu jenis tindak pidana yang
berpotensi menimbulkan konflik sosial, sehingga Polda Kalbar membentuk Posko
Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah. Dalam pelaksananya Polda Kalbar
bersinergi dengan Kantor Wilayah Kementerian ATR/BPN Kalbar dan kantor Pertanahan,"
tutup Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalbar Kombes Pol Luthfie
Sulistiawan. (tim liputan).
Editor : Aan