KALBARNEWS.CO.ID (KAPUAS HULU) - Bagi sebagian besar masyarakat Kalimantan Barat, nama Jongkong mungkin masih terdengar asing di telinga. Hal ini tidaklah mengherankan, sebab Jongkong merupakan sebuah kecamatan yang berjarak 523 kilometer dari kota Pontianak dengan waktu tempuh perjalanan darat sekitar 12 jam.
Menurut
sejarahnya, Jongkong dahulu merupakan sebuah kerajaan di tepian sungai Kapuas
yang berdiri pada abad 18. Tak heran kini masuk dalam kategori kota tertua di
Kabupaten Kapuas Hulu, dengan 14 desa yang dihuni oleh 3.575 kepala keluarga
(KK).
Wilayah
Jongkong cukup banyak memiliki potensi ekonomi, antara lain sumber daya ikan
sungai, madu, burung walet, dan budidaya ikan arwana. Data dari Tempat
Pelelangan Ikan setempat menyebutkan setiap hari minimal sekitar 600-700 kg
ikan yang dihasilkan dan maksimal berkisar 2,5 sampai 3 ton. Adapun rata-rata
hasil per hari sekitar 1,3 ton. Ikan yang didapat umumnya jenis toman, belida,
gabus, dan patin.
Namun
demikian potensi ekonomi yang cukup menjanjikan ini ternyata memiliki kerawanan
tindak pidana peredaran gelap narkoba, mengingat letak Jongkong yang mengarah
ke perbatasan Badau.
Untuk
diketahui, Badau merupakan salah satu perbatasan di Kalimantan Barat dengan
Malaysia yang baru diresmikan pada 16 Maret 2018 lalu. Dua perbatasan lainnya
adalah Entikong di Kab. Sanggau dan Aruk di Kab. Sambas.
Menyikapi
kondisi ini, Direktorat Pemberdayaan Alternatif BNN hadir di wilayah Jongkong,
Kab. Kapuas Hulu untuk memberikan penguatan keterampilan kepada masyarakat
melalui Bimbingan Teknis Life Skill Bagi Masyarakat Perdesaan Pada Kawasan
Rawan Narkoba selama 3 hari, dari tanggal 13 hingga 15 Oktober 2020.
Jenis life
skill atau pelatihan yang diberikan berupa pengolahan ikan menjadi produk
makanan abon, bakso, dan nugget.
Pemilihan jenis pelatihan ini sendiri didasarkan kepada keinginan
masyarakat setempat dan melihat sumber daya ikan yang melimpah.
Selama 3
hari, keempat puluh peserta yang merupakan perwakilan dari 14 desa akan
mengikuti pelatihan yang disampaikan oleh kedua orang praktisi. Praktisi yang
dilibatkan adalah 2 orang doktor yang kesehariannya merupakan tenaga pengajar
bidang perikanan di Politeknik Negeri Pontianak.
Dalam
sambutan pada pembukaan pelatihan, Camat Jongkong Abdul Hamid menyambut baik
diadakannya kegiatan ini. Di tengah
polemik terkait status hukum tanaman kratom yang akan diputuskan oleh
pemerintah pada tahun 2024, menurutnya kegiatan ini dapat menjadi alternatif
bagi masyarakat menyikapi keputusan pemerintah nantinya.
Abdul Hamid
menambahkan bahwa kendala yang ada di depan mata saat ini adalah terkait dengan
promosi produk.
“Kami
menghasilkan madu hutan sekitar 5-6 ton saat panen raya di bulan Desember
hingga Januari, namun produk ini belum dikenal luas karena kendala promosi,”
ujarnya.
Sementara
itu Plt. Direktur Pemberdayaan Alternatif BNN Hendrajid Putut Widagdo dalam
salah satu penyampaiannya menjelaskan alasan pemilihan wilayah Jongkong sebagai
lokasi program pemberdayaan alternatif di Kalimantan Barat. Menurutnya, ada
beberapa faktor kerawanan yang harus diketahui oleh masyarakat, di antaranya
wilayah yang dekat dengan jalur transportasi di Sungai Kapuas, dimana cenderung
dapat dimanfaatkan sindikat sebagai jalur peredaran.
Hal lainnya
menyangkut godaan karena tingkat kesejahteraan masyarakat yang membaik dan
kecenderungan pihak importir kratom dari Amerika Serikat yang telah mengenal
potensi Jongkong sebagai salah satu wilayah penghasil. “Pemerintah daerah dan
masyarakat perlu memahami potensi kerawanan yang ada di depan mata, untuk
melindungi wilayah dan keluarga kita dari ancaman Narkoba,” pungkas Hendrajid.
(HNY/KRS)
Sumber: Biro
Humas dan Protokol BNN RI
Editor : Aan